Laman

Selasa, 14 April 2015

~~~ KISAH TAUBAT SEORANG KIYAI ~~~

Terus terang, sampai diusia +35 tahun saya ini termasuk Kyai Ahli Bid’ah yang tentunya doyan tawassul kepada mayat atau penghuni kubur, sering juga bertabarruk dengan kubur sang wali atau Kyai. Bahkan sering dipercaya untuk memimpin ziarah Wali Songo dan juga tempat-tempat yang dianggap keramat sekaligus menjadi imam tahlilan, ngalap berkah kubur, marhabanan atau baca barzanji, diba’an, maulidan, haul dan selamatan yang sudah berbau kesyirikan”
“Kita dulu enjoy saja melakukan kesyirikan, mungkin karena belum tahu pengertian tauhid yang sebenarnya” (Kyai Afrokhi dalam Buku Putih Kyai NU hal. 90)
“Kita biasa melakukan ziarah ngalap berkah sekaligus kirim pahala bacaan kepada penghuni kubur/mayit. Sebenarnya, hal tersebut atas dasar kebodohan kita. Bagaimana tidak, contohnya adalah saya sendiri di kala masih berumur 12 tahun sudah mulai melakukan ziarah ngalap berkah dan kirim pahala bacaan, dan waktu itu saya belum tahu ilmu sama sekali, yang ada hanya taklid buta. Saat itu saya hanya melihat banyak orang yang melakukan, dan bahkan banyak juga kyai yang mengamalkannya. Hingga saya menduga dan beranggapan bahwa hal itu adalah suatu kebenaran.” (Kyai Afrokhi dalam Buku Putih Kyai NU hal. 210)
Beliau adalah Kyai Afrokhi Abdul Ghoni, pendiri sekaligus pengasuh pondok pesantren “Rahmatullah”. Nama beliau tidak hanya dibicarakan oleh teman-teman dari Kediri saja, namun juga banyak diperbincangkan oleh teman-teman pengajian di Surabaya, Gresik, Malang dan Ponorogo.
Keberanian beliau dalam menantang arus budaya para kyai yang tidak sejalan dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih yang telah berurat berakar dalam lingkungan pesantrennya, sikap penentangan beliau terhadap arus kyai itu bukan berlandaskan apriori belaka, bukan pula didasari oleh rasa kebencian kepada suatu golongan, emosi atau dendam, namun merupakan Kehendak, Hidayah dan Taufiq dari Allah ta’ala.
Kyai Afrokhi hanya sekedar menyampaikan yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mengatakan yang haq adalah haq dan yang batil adalah batil. namun, usaha beliau itu dianggap sebagai sebuah makar terhadap ajaran Nahdhatul Ulama (NU), sehingga beliau layak dikeluarkan dari keanggotaan NU secara sepihak tanpa mengklarifikasikan permasalahan itu kepada beliau.
Kyai Afrokhi tidak mengetahui adanya pemecatan dirinya dari keanggotaan NU. Beliau mengetahui hal itu dari para tetangga dan kerabatnya. Seandainya para Kyai, Gus dan Habib itu tidak hanya mengedepankan egonya, kemudian mereka mau bermusyawarah dan mau mendengarkan permasalahan ajaran agama ini, kemudian mempertanyakan kenapa beliau sampai berbuat demikian, beliau tentu bisa menjelaskan permasalahan agama ini dengan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih yang harus benar-benar diajarkan kepada para santri serta umat pada umumnya.
Seandainya para Kyai itu mau mengkaji kembali ajaran dan tradisi budaya yang berurat berakar yang telah dikritisi dan digugat oleh banyak pihak. Bukan hanya oleh Kyai Afrokhi sendiri, namun juga dari para ulama tanah haram juga telah menggugat dan mengkritisi penyakit kronis dalam aqidah NU yang telah mengakar mengurat kepada para santri dan masyarakat. Jika mereka itu mau mendengarkan perkataan para ulama itu, tentunya penyakit-penyakit kronis yang ada dalam tubuh NU akan bisa terobati. Aqidah umatnya akan terselamatkan dari penyakit TBC (Tahayul, Bid’ah, Churofat). Sehingga Kyai-kyai NU, habib, Gus serta asatidznya lebih dewasa jika ada orang yang mau dengan ikhlas menunjukkan kesesatan yang ada dalam ajaran NU dan yang telah banyak menyimpang dari tuntunan Rasulullah dan para sahabatnya. Maka, Insya Allah, NU khususnya dan para ‘alim NU pada umumnya akan menjadi barometer keagamaan dan keilmuan. ‘Alimnya yang berbasis kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih, yang sesuai dengan misi NU itu sendiri sebagai Ahlussunnah wal Jama’ah, sehingga para ‘alim serta Kyai yang duduk pada kelembagaannya berhak menyandang predikat sebagai pewaris para Nabi.
Namun sayang, dakwah yang disampaikan oleh Kyai Afrokhi dipandang sebelah mata oleh para Kyai NU setempat. Mereka juga meragukan keloyalan beliau terhadap ajaran NU. Dengan demikian, beliau harus menerima konsekuensi berupa pemecatan dari kepengurusan keanggotaannya sebagai a’wan NU Kandangan, Kediri, sekaligus dikucilkan dari lingkungan para kyai dan lingkungan pesantren. Mereka semua memboikot aktivitas dakwah Kyai Afrokhi.
Walaupun beliau mendapat perlakuan yang demikian, beliau tetap menyikapinya dengan ketenangan jiwa yang nampak terpancar dari dalam dirinya.
Siapakah yang berani menempuh jalan seperti jalan yang ditempuh oleh Kyai Afrokhi, yang penuh cobaan dan cobaan? Atau Kyai mana yang ingin senasib dengan beliau yang tiba-tiba dikucilkan oleh komunitasnya karena meninggalkan ajaran-ajaran tradisi yang tidak sesuai dengan syari’at Islam yang haq? Kalau bukan karena panggilan iman, kalau bukan karena pertolongan dari Allah niscaya kita tidak akan mampu.
Kyai Afrokhi adalah sosok yang kuat. Beliau menentang arus orang-orang yang bergelar sama dengan gelar beliau. yakni Kyai. Di saat banyak para Kyai yang bergelimang dalam kesyirikan, kebid’ahan dan tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan ajaran Islam yang haq, di saat itulah beliau tersadar dan menantang arus yang ada. Itulah jalan hidup yang penuh cobaan dan ujian.
Bagi Kyai Afrokhi untuk apa kewibawaan dan penghormatan tersandang, harta melimpah serta jabatan terpikul, namun murka Allah dekat dengannya, dan Allah tidak akan menolongnya di hari tidak bermanfaat harta dan anak-anak. Beliau lebih memilih jalan keselamatan dengan meninggalkan tradisi yang selama ini beliau gandrungi.
Inilah fenomena kyai yang telah bertaubat kepada Allah dari ajaran-ajaran syirik, bid’ah dan kufur. Walaupun Kyai Afrokhi ditinggalkan oleh para kyai ahli bid’ah, jama’ah serta santri beliau, ketegaran dan ketenangan beliau dalam menghadapi realita hidup begitu nampak dalam perilakunya. Dengan tawadhu’ serta penuh tawakkal kepada Allah, beliau mampu mengatasi permasalahan hidup.
Pernyataan taubat Kyai Afrokhi:
“Untuk itulah buku ini saya susun sebagai koreksi total atas kekeliruan yang saya amalkan dan sekaligus merupakan permohonan maaf saya kepada warga Nahdhatul Ulama (NU) dimanapun berada yang merasa saya sesatkan dalam kebid’ahan Marhabanan, baca barzanji atau diba’an, maulidan, haul dan selamatan dari alif sampai ya` yang sudah berbau kesyirikan dan juga sebagai wujud pertaubatan saya. Semoga Allah senantiasa menerima taubat dan mengampuni segala dosa-dosa saya yang lalu (Amin ya robbal ‘alamin)”
(Dinukil dan diketik ulang dengan gubahan seperlunya dari buku “Buku Putih Kyai NU” oleh Kyai Afrokhi Abdul Ghoni, Pendiri dan Pengasuh Ponpes Rohmatulloh-Kediri-, mantan A’wan Syuriah MWC NU Kandangan Kediri)
catatan: Note ini ditulis hanya semata-mata sebagai nasehat, bukan karena ada alasan sentimen atau kebencian terhadap sebuah kelompok. Silahkan nukil dan share serta pergunakan untuk kebutuhan dakwah ilalloh.
-Abu Shofiyah Aqil Azizi- jazahullah khairan

Jumat, 03 April 2015

INIKAH PENYEBAB HIZBUT TAHRIR MEMBENCI ARAB SAUDI..?!

Hizbut Tahrir adalah kelompok sesat yang banyak disingkap kesesatannya oleh para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah, khususnya para ulama di Arab Saudi secara umum dan dua kota suci Makkah dan Madinah secara khusus, dan berikut beberapa poin ringkasan penyimpangan Hizbut Tahrir yang dijelaskan oleh Asy-Syaikh Abdur Rahmman bin Muhammad Sa’id Ad-Dimaysqiyyah dalam kitab beliau “Ar-Roddu ‘ala Hizbit Tahrir”:
1) Kesibukan utama mereka adalah politik dan ajakan mendirikan khilafah, maka tidak akan engkau dapati mereka sibuk mengajak untuk membersihkan aqidah, menegakkan sholat, puasa, zakat dan ibadah-ibadah lainnya.
2) Hijrahnya banyak anggota dan tokoh-tokoh Hizbut Tahrir ke negeri-negeri kafir Eropa.
3) Mereka tidak memiliki aqidah yang jelas, selain khilafah yang menurut aqidah mereka adalah prioritas, seakan-akan Allah menyatakan, “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menegakkan khilafah”.
4) Menawarkan khilafah kepada tokoh Syi’ah Khomeini yang melakukan banyak kekafiran (sebagaimana disebutkan dalam majalah “Khilafah” mereka no. 18 tanggal 4-9-1989 M) dan mereka memuji kitab Khomeini yang berisi banyak kesyirikan dan kekafiran berjudul “Al-Hukumah Al-Islamiyah” dalam majalah mereka Al-Wa’i no. 26 tahun 1989 M, maka ini diantara yang menunjukkan rusaknya aqidah mereka.
5) Tidak memahami dan berusaha mengobati perkara-perkara yang menyebabkan runtuhnya khilafah kaum muslimin, yaitu kesyirikan, bid’ah dan maksiat. Mereka ingin Allah ta’ala merubah mereka namun mereka tidak berusaha merubah diri mereka.
6) Para penceramah mereka selalu berceramah hanya dengan mengandalkan emosi dan pembicaraan politik untuk menutupi kebodohan mereka terhadap ilmu agama, maka engkau tidak akan dapati tokoh-tokoh mereka memiliki halaqoh-halaqoh ilmu syar’i yang diprioritaskan.
7) Memusuhi aqidah tauhid dan bersikap lembek dalam mengamalkannya, disertai ajakan untuk bersatu bersama kelompok-kelompok syirik seperti Syi’ah, Shufiyyah dan lain-lain.
8) Membolehkan orang kafir menjadi anggota parlemen Islam atau menjadi kepala daerah dan pemimpin pasukan di negeri muslim (sebagaimana dalam buletin “Ajwibah wa Asilah” yang diterbitkan oleh Pendiri HT An-Nabhani bulan Rabi’uts Tsani 1390 H/5-6-1970 M)
9) Kondisi mereka menunjukkan bahwa tujuan dapat membenarkan segala cara.
10) Kekacauan aqidah mereka dalam masalah Al-Qodha dan Al-Qodar.
11) Akal menurut mereka termasuk sumber agama, dan ini adalah hasil adopsi dari Mu’tazilah.
12) Berjilbab lebar sesuai syari’at menurut mereka adalah kemerosotan moral sebagaimana diisyaratkan An-Nabhani dalam “An-Nizhom fil Islam” hal. 10 dan 128.
13) Tidak ada bedanya menurut mereka antara Sunni dan Syi’ah, padahal jelas sekali kekafiran Syi’ah.
14) Meniadakan Amar Ma’ruf Nahi Munkar hingga tegak khilafah khayalan mereka, sebagaimana disebutkan dalam kitab mereka “Manhaj Hizbit Tahrir minat Taghyir” hal. 21.
15) Pengkafiran mereka terhadap kaum muslimin dan tuduhan mereka bahwa negeri-negeri muslim adalah negeri-negeri kafir, sebagaimana dalam kitab mereka “Hizbut Tahrir” hal. 32, 103.
16) Bahkan menganggap Makkah dan Madinah bukan negeri Islam, sebagaimana dikatakan seorang tokoh Hizbut Tahrir dalam dialog bersama Asy-Syaikh Abdur Rahman Ad-Dimasyqiyyah.
17) Menolak hadits-hadits Ahad dalam aqidah, ini adalah kesesatan yang nyata.
18) Mengingkari azab kubur.
19) Mencela hadits-hadits tentang Imam Mahdi.
20) Fatwa-fatwa fiqh aneh Hizbut Tahrir:
Boleh berciuman dan berjabat tangan dengan wanita non mahram (Buletin Hizbut Tahrir “Jawaabus Suaal” 29-05-1970 M yang disebarkan An-Nabhani).
Boleh melihat gambar porno.
Boleh bagi wanita mengenakan wig dan celana “banthalun” dan boleh keluar mengikuti Pemilu meski dilarang suami (Buletin Hizbut Tahrir “Jawaabus Suaal” 17-02-1972 M yang disebarkan An-Nabhani)
Wanita boleh jadi anggota parlemen, sebagaimana dalam kitab mereka “Muqoddimatus Dustur” hal. 114 dan “Mitsaqul Ummah” hal. 72.
Boleh wanita menjadi qodhi, sebagaimana dalam kitab mereka “An-Nizhom Al-Ijtima’i fil Islam” hal. 89.
Boleh mengqishosh seorang muslim yang membunuh orang kafir, padahal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang.
Boleh taat kepada khalifah mereka meski menyelisihi ayat dan hadits yang jelas, sebagaimana dalam kitab mereka “Ad-Daulah Al-Islamiyah” hal. 108.
Dan masih banyak lagi yang dipaparkan Asy-Syaikh Abdur Rahman Ad-Dimasyqiyah secara detail dalam kitab beliau “Ar-Roddu ‘ala Hizbit Tahrir” silakan merujuk kitab tersebut.
PENEGASAN
Bagi yang mendalami dan memahami manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah insya Allah dengan mudah memahami analisa sebab kebencian Hizbut Tahrir terhadap Arab Saudi, yaitu karena negeri Arab Saudi, baik pemerintah dan ulamanya memiliki peran yang sangat besar dalam memperjuangkan tauhid dan sunnah serta berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah sesuai Pemahaman Salaf, yang sangat bertentangan dengan manhaj Hizbut Tahrir, bersamaan dengan itu para ulama Ahlus Sunnah baik yang memiliki hubungan langsung maupun tidak langsung dengan Arab Saudi, merekalah yang menyingkap kesesatan Hizbut Tahrir, maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah penghalang terbesar bagi “khilafah” khayalan dan berbagai kesesatan Hizbut Tahrir yang lainnya, dan bukanlah ini suatu analisa yang baru, tapi sudah disebutkan ulama Salaf sejak dulu.
Al-Imam Yahya bin Ma’in rahimahullah berkata,
علامة أهل البدع الوقيعة في أهل الأثر
“Tanda ahlul bid’ah adalah menjelek-jelekan Ahlul Atsar (Ahlus Sunnah).” [As Sunnah lil Laalakaai, 1/179]
Al-Imam Al-Auza’i rahimahullah berkata,
لَيْسَ مِنْ صَاحِبِ بِدْعَةٍ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخِلَافِ بِدْعَتِهِ بِحَدِيثٍ إِلَّا أَبْغَضَ الْحَدِيثَ
“Tidak ada satu pun pelaku bid’ah yang engkau sampaikan hadits Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang menyelisihi bid’ahnya, kecuali ia akan membenci hadits tersebut.” [Syarafu Ashaabil Hadits: 149]
Al-Imam Ahmad bin Sinan Al-Qoththon rahimahullah berkata,
لَيْسَ فِي الدُّنْيَا مُبْتَدِعٌ إِلَّا وَهُوَ يُبْغِضُ أَهْلَ الْحَدِيثِ فَإِذَا ابْتَدَعَ الرَّجُلُ نُزِعَ حَلَاوَةُ الْحَدِيثِ مِنْ قَلْبِهِ
“Tidak ada di dunia ini seorang ahlul bid’ah pun kecuali ia membenci Ahlul Hadits (Ahlus Sunnah), dan apabila seseorang berbuat bid’ah maka akan dihilangkan manisnya hadits dari hatinya.” [Syarafu Ashaabil Hadits: 150]
Al-Imam Abu Nashr bin Sallaam Al-Faqih rahimahullah berkata,
لَيْسَ شَيْءٌ أَثْقَلَ عَلَى أَهْلِ الْإِلْحَادِ، وَلَا أَبْغَضُ إِلَيْهِمْ مِنْ سَمَاعِ الْحَدِيثِ وَرِوَايَتِهِ بِإِسْنَادِه
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat atas orang-orang yang sesat dan lebih dibenci oleh mereka dari mendengar hadits dan meriwayatkannya dengan sanadnya.” [Syarafu Ashaabil Hadits: 151]
Al-Imam Abu ‘Utsman Ash-Shabuni rahimahullah berkata,
علامات البدع على أهلها بادية ظاهرة، وأظهر آياتهم وعلاماتهم: شدة معاداتهم لحملة أخبار النبي صلى الله عليه وسلم واحتقارهم واستخفافهم بهم
“Tanda-tanda ahlul bid’ah nampak jelas pada orang-orangnya, dan tanda mereka yang paling jelas adalah, kerasnya permusuhan, perendahan dan peremehan mereka terhadap para ulama pembawa hadits-hadits Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.” [‘Aqidatus Salaf Ashhaabil Hadits: 101]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
FansPage Website: Sofyan Chalid bin Idham Ruray

Kamis, 02 April 2015

~~~ NIKMAT PERUSAK KE NIKMATAN ~~~

Sobat ! Sadarkah anda bahwa setiap nikmat yang anda dapatkan menghancurkan nikmat lain yang lebih dahulu anda dapatkan?
Ingat di saat anda memiliki sepeda? Nikmat sepeda menjadikan anda lupa akan nikmat bisa berjalan kaki.
Selanjutnya, nikmat memiliki kendaraan mewah menyebabkan anda lupa & bahkan meremehkan nikmat bersepeda.
Nikmat makan sate menjadikan anda lupa dan bahkan meremehkan nikmat makan tempe.
Nikmat memiliki apartemen mewah menyebabkan anda memandang sebelah mata nikmat rumah tipe SS (sangat sempit).
Sebaliknya juga demikian setiap derita menyebabkan anda lupa akan derita sebelumnya yang lebih ringan.
Di saat anda memiliki kendaraan butut, mungkin anda merasa menderita. Namun ternyata derita ini terlupakan ketika anda ditimpa derita lain semisal derita lumpuh atau derita menanti kendaraan umum yg tak kunjung datang sedangkan hujan lebat mulai membasahi tubuh anda .
Di saat makan berlaukkan tempe penyet, mungkin anda merasa menderita karena melihat orang lain mampu membeli dan menikmati sate.
Namun demikian derita ini sekejap akan terlupakan disaat anda benar benar kelaparan namun tidak mendapatkan makanan apapun, walau hanya sepotong tempe.
Karena itu jadilah orang yang selalu cerdas dalam menyikapi setiap keadaan yg menimpa anda. Di saat mendapat kenikmatan maka lihatlah orang yang ada dibawah anda, agar nikmat yang anda dapatkan semakin terasa nikmat dan tidak menghapuskan nikmat sebelumnya.
Dan sebaliknya, disaat ditimpa kesusahan juga demikian, lihatlah orang yang lebih susah dibanding anda agar kesusahan itu berubah dan terasa nikmatnya. Inilah kunci hidup bahagia, sederhana bukan?
Merasa selalu bersyukur kepada Allah Subhanahu wa Ta'aala dan memiliki sifat qona'ah itulah kuncinya.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ta'aala 'anhu, ia berkata,
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"Lihatlah kepada orang yang di bawah kalian dan jangan melihat orang yang di atas kalian (dalam perkara harta dan dunia) karena yang demikian itu lebih patut agar kalian tidak meremehkan nikmat Allaah yang telah diberikan kepada kalian."
(Shahiih, HR. Al-Bukhari dalam Shahiih-nya, no. 6490, Muslim dalam Shahiihnya, kitab az-Zuhd wa ar-Raqa'iq, no. 2963 [9], 5264, at-Tirmidzi, no. 2513, dan Ibnu Majah, no. 4142)
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ta'aala 'anhu, ia berkata,
Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda,
"(Hakikat) kaya bukanlah dengan banyaknya harta benda. Namun kaya (yang sebenarnya) adalah kaya hati (merasa ridha dan cukup dengan rezeki yang telah dikaruniakan kepadanya)."
(Shahiih, HR. Al-Bukhari, no. 6446, Muslim, no. 1051, Ahmad, II/243, 261, 315, dan Ibnu Majah, no. 4137)
Allaahul Muwwafiq.