Laman

Sabtu, 31 Januari 2015

*~~~ TENTANG KITA ~~~*

Dirimu adalah sebuah dunia yang unik...
Saat engkau mencintai seseorang, maka engkau memandang orang itu bak seorang raja.
Namun saat engkau membencinya, maka pandangan itu berubah, dari seorang raja menjadi sosok syaithan yang menjijikkan.
Engkau mengira dunia berubah... 
Padahal engkaulah yang berubah..
Disaat dirimu bahagia, engkaupun melihat dunia seolah tersenyum..
Namun disaat dirimu mengalami fase jenuh..
Maka dunia dimatamu seolah menangis..
Semua bagai hidup dalam pekat gelap..
Padahal dunia tak pernah menangis dan tertawa..
Engkaulah yg tertawa dan menangis.
Kasihan sekali dirimu..
Bila menganggap benci membuatmu kuat..
Iri membuatmu terlihat pintar..
Dan sifat keras menjadikanmu manusia terhormat.
Belajarlah untuk tersenyum bersama orang-orang disampingmu..
Menyertai mereka dalam suka dan duka..
Hiduplah disisi mereka...
Bergaullah dengan mereka. .
Belajarlah untuk tidak bersikap masa bodoh dengan memberi salam pada setiap orang yang lewat dihadapanmu.
Jangan berteriak bila sahabatmu lambat, mungkin dia lelah..
Jangan memutus persahabatan bila dia salah.
Karena dia bukan malaikat, hanya manusia biasa sepertimu.
Jangan kecewa bila engkau kehilangan sesuatu yang berharga.
karena bila engkau rugi dalam satu perniagaan..
Maka ingatlah engkau telah mendapat untung dalam perniagaan yang lain..
Bagaimanapun pahitnya hidup.. tetaplah tersenyum..
Jangan lupa. segalanya tercatat dalam lebaran takdir, sebelum engkau menjadi satu dari miliyaran manusia..
Meski esok masih sesuatu yang ghaib, tetap mimpikan hal yang terindah..
Karena esok adalah hari yang baru..
Bila engkau ditaqdirkan berumur panjang, berarti esok adalah dirimu yang baru..
Pernakah engkau mendengar ungkapan ahli hikmah yang berbunyi:
رضا الناس غاية لا تدرك
"Ridho manusia adalah sebuah cita yang tidak dapat dicapai"
Seringkali ungkapan ini dinukil setengah-setengah. Padahal bila ungkapan ini dinukil seutuhnya maka ungkapan ini merupakan ungkapan yang mengandung makna yang sangat luar biasa.
رضا الناس غاية لا تدرك ورضا الله غاية لا تترك ، فاترك ما لا يدرك ، وأدرك ما لا يترك
"Ridho manusia adalah satu cita yang tidak dapat dicapai, sedangkan ridho Allah adalah satu cita yang tidak sepatutnya ditinggal. Oleh karena itu, tinggalkanlah apa yang tidak mampu dicapai, dan capailah apa yang tidak sepatutnya ditinggal."
Ingat....
Tak perlu wajah yang indah untuk menjadi tampan
Tidak juga dengan selalu memuji untuk jadi orang yang dicintai..
Tidak harus kaya untuk bahagia..
Cukuplah bila Allah meridhoimu..
Dengan begitu Dia akan menjadikanmu orang yang tampan, dicintai dan bahagia..
Bila engkau benar dalam 99 masaalah dan salah dalam satu masaalah, maka mereka akan mencelamu karena satu kesalahan itu dan meninggalkan 99 lainnya.
Begitulah laku manusia...
Tapi bila kalau engkau salah dalam 99 masaalah dan benar dalam 1 masaalah, maka Allah akan mengampunimu dengan satu kebaikan itu karena kemurahaa-Nya. Itu bila engkau tidak menyekutukan-Nya.
Begitulah kasih Allah..
Jadi... mengapa engkau sibuk dengan manusia lalu menjauh dari Allah.?
               { Oleh Al-Ustadz Aan Chandra Thalib حفظه الله تعالى. }

Jumat, 30 Januari 2015

*~~ MENGHINDARI PUJIAN DAN POPULARITAS ~~*

Di antara kebiasaan orang-orang shalih adalah: mereka berusaha untuk lari dari pujian manusia dan pengagungan mereka, serta membenci popularitas di kalangan manusia. Ini menunjukan keikhlasan mereka kepada Allah, dimana mereka mencukupkan diri dengan pengetahuan Allah sajalah tentang keadaan mereka, dan hanya berharap pahala dari Allah terhadap amalan mereka. Anda lihat bahwa orang-orang seperti mereka tidak butuh pujian serta tidak butuh popularitas di antara manusia. Mereka tidak mendambakan pujian dan popularitas itu, bahkan mereka membencinya. Mereka berharap menjadi orang yang tidak diperhitungkan di antara manusia, serta tiada yang memperhatikan amalan mereka selain Allah. Namun Allah tidak berkehendak demikian, bahkan Allah berkehendak agar mereka terkenal. Allah meninggikan kedudukan mereka, mereka banyak disebut di kalangan manusia, dan Allah meletakkan di hati para hamba-Nya kecintaan terhadap mereka. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertaqwa yang kaya lagi tidak menampakan dirinya” (HR:Muslim no.2965). Kebiasaan Salafush Shalih Kisah Uwais Al-Qarni, bisa dilihat kisahnya dalam Shahih Muslim (no. 2542): “Apabila kafilah dari Yaman datang, ‘Umar bin Khaththab bertanya kepada mereka: “Adakah di antara kalian Uwais bin ‘Amir?” Sehingga suatu saat ‘Umar mendatangi Uwais dan minta agar Uwais memintakan ampun untuknya, karena Uwais adalah seorang tabi’in yang sangat berbakti kepada ibunya, dan rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan bahwa jika Uwais berdo’a, do’anya pasti dikabulkan, maka Uwaispun melakukan apa yang diminta ‘Umar. Kemudian Umar bertanya kepada Uwais: “Anda mau pergi kemana?” Uwais menjawab: “Kuufah”, Umar bertanya: “Perlukah saya tulis untukmu sebuah memo kepada pegawai saya di Kufah (agar dia memenuhi kebutuhanmu -pen)? Ia menjawab: Aku lebih senang menjadi manusia yang tidak diperhitungkan“. Imam Syafi’i rahimahullah berkata: “Aku ingin jika manusia mempelajari ilmu ini, mereka tidak menisbatkan sedikitpun ilmu ini kepadaku” (Hilyatul Aulia, 9/118). Sufyan Ats-Tsauri berpesan kepada saudaranya: “Waspadalah, janganlah engkau mencintai kedudukan, karena zuhud pada kedudukan itu lebih sulit dari pada zuhud pada dunia” (Hilyatul Aulia, 6/387). Ibrahim bin Adham berkata: “Tidaklah tulus kepada Allah, orang yang mencintai ketenaran” (Hilyatul Aulia, 8/19). Pelajaran yang bisa diambil Pesan di atas menunjukan keutamaan “menghindari pujian”, serta tercelanya “cinta popularitas”. Ketenaran yang tercela adalah “minta untuk terkenal”, jika ketenaran itu datang dari sisi Allah tanpa diminta, maka tidak tercela, hanya saja adanya ketenaran itu merupakan ujian bagi yang lemah imannya. (lihat: Mukhtasar Minhaj Al Qaasidin, 210). Demikian, semoga bermanfaat

~~~ TUNDUKKAN PANDANGANMU ~~~

Seorang suami mengadukan apa yang ia rasakan kepada seorang Syekh. Dia berkata: Ketika aku mengagumi calon istriku seolah-olah dalam pandanganku Allah tidak menciptakan perempuan yang lebih cantik darinya di dunia ini. Ketika aku sudah meminangnya, aku melihat banyak perempuan seperti dia. Ketika aku sudah menikahinya aku lihat banyak perempuan yang jauh lebih cantik dari dirinya. Ketika sudah berlalu beberapa tahun pernikahan kami, aku melihat seluruh perempuan lebih manis dari pada istriku. Syekh berkata: "Apakah kamu mau aku beritahu yang lebih dahsyat dari pada itu dan lebih pahit?" Laki-laki penanya: Iya, mau. Syekh: Sekalipun kamu mengawini seluruh perempuan yang ada di dunia ini pasti anjing yang berkeliaran di jalanan itu lebih cantik dalam pandanganmu dari pada mereka semua. Laki-laki penanya itu tersenyum masam, lalu ia berujar: "Kenapa tuan Syekh berkata demikian?" Syekh: Karena masalahnya terletak bukan pada istrimu. Tapi masalahnya adalah bila manusia diberi hati yang tamak, pandangan yang menyeleweng, dan kosong dari rasa malu kepada Allah, tidak akan ada yang bisa memenuhi pandangan matanya kecuali tanah kuburan. Rasulullah bersabda: "لَوْ أَنَّ لِابْنِ آدَمَ وَادِيًا مِنْ ذَهَبٍ أَحَبَّ أَنْ يَكُونَ لَهُ ثَانِيًا، وَلَنْ يَمْلأَ فَاهُ إِلا التُّرَابُ، وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ " "Andaikan anak Adam itu memiliki lembah penuh berisi emas pasti ia akan menginkan lembah kedua, dan tidak akan ada yang bisa memenuhi mulutnya kecuali tanah. Dan Allah akan menerima taubat siapa yang mau bertaubat". Jadi, masalah yang kamu hadapi sebenarnya adalah kamu tidak menundukkan pandanganmu dari apa yang diharamkan Allah. Sekarang, apakah kamu menginginkan sesuatu yang akan mengembalikan kecantikan istrimu seperti pertama kali kamu mengenalnya? Ketika ia menjadi wanita tercantik di dunia ini? Laki-laki penanya: Iya, mau sekali. Syekh: Tundukkan pandanganmu!

~~~ PENGARUH ISTRI TERHADAP PEKERJAAN SUAMI ~~~

  • Dari Kholid bin Yazid, ia berkata : Hasan al-Bashri رحمه الله تعالى berkata: "Aku datang kepada seorang pedagang kain di Makkah untuk membeli baju, lalu si pedagang mulai memuji-muji dagangannya dan bersumpah, lalu akupun meninggalkannya dan aku katakan, "Tidaklah layak beli dari orang semacam itu", lalu aku pun beli baju dari pedagang yang lain.
    Dua tahun setelah itu aku (pergi untuk menunaikan ibadah) haji, dan aku bertemu lagi dengan orang itu, tapi aku tidak lagi mendengarnya memuji-muji dagangannya dan bersumpah. lalu aku bertanya kepadanya : "Bukankah engkau orang yang dulu pernah berjumpa denganku beberapa tahun lalu?"
    Ia menjawab : "Ya benar!"
    Aku bertanya lagi : "Apa yang membuatmu berubah seperti sekarang?! Aku tidak lagi melihatmu memuji-muji dagangan mu dan (mengumbar) sumpah!"
    Lantas ia pun bercerita : "Dahulu aku mempunyai istri yang jika aku datang kepadanya dengan sedikit rejeki, maka ia meremehkannya, dan jika aku datang kepadanya dengan rejeki yang banyak maka ia (akan) menganggapnya sedikit. Lalu Allah mewafatkan istriku tersebut, dan akupun menikah lagi dengan seorang wanita. Yang jika aku hendak pergi ke pasar, ia memegang bajuku lalu berkata :
    Wahai suamiku, bertakwalah kepada Allah, jangan engkau beri makan aku melainkan dengan yang thoyyib (halal), dan jika engkau datang kepadaku dengan sedikit rejeki, aku akan menganggapnya banyak. Dan jika engkau tidak dapat apa-apa, (maka) aku akan membantumu memintal (kain).
    * Al-Mujaalasah wa Jawaahirul ‘Ilm (V/252) karya Abu Bakr Ahmad bin Marwan bin Muhammad ad-Dainuri al-Qodhi al-Maliki *
    Semoga dari kisah ini dapat diambil pelajaran bagi kita dalam mengarungi hidup berumahtangga. ⏩ Sebarkan, mudah2an anda mendapatkan bagian dari pahalanya..
    --------------------------- WA Dakwah Jalyat Unaiza_Indo Ikuti di no : +966509273346

Rabu, 28 Januari 2015

*~~~ MARI MERENUNG YA IKHWAN ~~~*

Sungguh heran..
Ada yang tidak mau shalat..
Padahal iblis diusir dari surga kerna tidak mau sujud 1x kerna kesombongannya..
Lantas bagaimana dengan orang yang tidak mau sujud 34x dalam sehari dengan sombongnya..

               Sungguh heran..
Ada orang yang sombong dan sangat berbangga diri dengan segala yang ada pada dirinya..
Padahal kemarin dia adalah air mani dan esok akan menjadi bangkai..

                 Sungguh heran..
Ada yang menutupi mobilnya kerna takut lecet dan berdebu..
Tapi membiarkan anak istrinya terbuka tanpa hijab..

                  Sungguh heran..
Ada yang pergi pagi pulang malam untuk mengejar rizkinya..
Tapi tidak pernah datang ke 'rumah' Sang pemberi rizki utk berjamaah..

                   Sungguh heran..
Ada yang berjuang mati-matian untuk membangun rumah di dunia..
Tp ia lupa membangun rumah abadinya di akherat..

                     Sungguh heran..
Dia tau pasti jika dunia ini adalah jembatan menuju akherat..
Tapi ia masih saja sibuk membangun istana di atas jembatan..

Ketahuilah saudaraku..
Sungguh engkau pasti mati..
Setelah itu rumahmu bukan lagi milikmu..
Hartamu menjadi milik ahlimu..
Istrimu akan dinikahi lelaki lain..
Dan mereka akan mulai melupakanmu..
Kemudian mereka masing-masing sibuk dengan kehidupannya..

Lantas engkau..?
Apa yang saat itu terjadi denganmu ?
Apa yang tersisa dari milikmu ?
Amalan apa yang telah engkau bawa menghadap Rabb-mu?

                            Menyesal..?
Saat itu engkau sangat berharap di masukkan surga..tanpa bekal ?
Saat itu ebgkau berharap sangat dibebaskan dari hisab dan adzab..tanpa amal ?

Sungguh engkau telah TERLAMBAT..
Sungguh engkau telah TERTIPU..
Sungguh engkau telah BINASA..

'' Ingatlah, sesungguhnya merekalah orang-orangyang bodoh, tetapi mereka tidak tahu." ﴾al-Baqarah, 13)

"(yaitu) orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai main-main dan senda gurau..DAN KEHIDUPAN DUNIA TELAH MENIPU MEREKA".
Maka pada hari (kiamat) ini, Kami melupakan mereka sebagaimana mereka melupakan pertemuan mereka dengan hari ini, dan (sebagaimana) mereka selalu mengingkari ayat-ayat Kami.” ﴾al A’raf, 51﴿

                 { SEMOGA BERMAMFAAT AAMIIN } :)

Minggu, 25 Januari 2015

*~~~ UNTUK KITA SAMA RENUNGKAN ~~~*

untuk hal yg banyak dilupakan dan dilalaikan Orang...............Nauu'dzubillaah................
Rajin Bermaksiat Namun Rezeki Lancar dan Sukses Berbisnis
Ada orang yang maksiatnya lancar tapi rezekinya juga lancar, bisnisnya sukses, pelitnya luar biasa. Gimana tuh?
Jawabannya ada pada hadits berikut ini:

عَنْ عُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إذا رأيت الله يعطي العبد من الدنيا ما يحب وهو مقيم على معصيته ؛ فاعلم أنما ذلك منه استدراج ، ثُمَّ تَلَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {فَلَمَّا نَسُوا مَا ذُكِّرُوا بِهِ فَتَحْنَا عَلَيْهِمْ أَبْوَابَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى إِذَا فَرِحُوا بِمَا أُوتُوا أَخَذْنَاهُمْ بَغْتَةً فَإِذَا هُمْ مُبْلِسُونَ} [الأنعام: 44].

Dari ‘Uqbah bin Amir, dari Rasulullah Shallallahu alahi wa sallam : “Apabila engkau melihat Allah mengaruniakan dunia kepada seorang hamba sesuai dengan yang ia inginkan, sementara ia tenggelam dalam kemaksiatan, maka ketahuilah itu hanya istidraj darinya”, kemudian Rasulullah Shallallahu alahi wa sallam membaca firman: “ Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa”.


عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ فِي قَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: {سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لا يَعْلَمُونَ} [القلم: 44] ؛ قَالَ: كُلَّمَا أَحْدَثُوا خَطِيئَةً جددنا لهم نعمة وأنسيناهم الاسْتِغْفَارَ.

Ibnu Abbas menjelaskan firman Allah ‘Azza wajallah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka ketahui”, ia berkata: Setiap kali mereka melakukan satu kesalahan kami beri mereka nikmat yang baru dan kami lupakan mereka untuk beristighfar.

عن سفيانَ في قولِهِ {سَنَسْتَدْرِجُهُم مِّنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُون} [الأعراف: 182] قالَ: نُسبغُ عَليهم النِّعمةَ ونَمنَعُهم الشكرَ.

Sufyan ats Tsauriy menjelaskan firman Allah: “Nanti Kami akan menarik mereka dengan berangsur-angsur ke arah kebinasaan dengan cara yang tidak mereka ketahui”, ia berkata: Kami karuniakan nikmat kepada mereka dan kami halangi mereka untuk bersyukur.

Kelancaran rezeki bukanlah standar sayangnya Allah kepada seseorang. Boleh jadi kelapangan hidup itu bentuk azab yang tidak disadari. Untuk apa banyak harta tapi batin merana, ancaman azab akhirat tidak dipedulikan. Kalaulah standar sayangnya Allah itu dengan kemewahan hidup dunia, Qarunlah orang yang paling disayangi Allah. Tapi akhirnya ia binasa ditelan bumi. 

Juga sebaliknya, jangan mengira orang yang banyak ujian dan cobaan dalam hidup tanda ia dimurkai oleh Allah. Boleh jadi itu adalah musibah untuk menghapuskan dosa dan meninggikan derajatnya di surga nanti.

Penuntut ilmu juga begitu. Jangan mengira dapat nilai bagus dan selalu sukses adalah ukuran kasih sayang Allah kepadanya. Tapi lihatlah, bagaimana shalatnya, puasanya, bagaimana ketaatanny u tunduk pd aturan Allah.. dan bagaimana usahanya untuk mengamalkan ilmunya.
Maka berhati-hatilah, kita sedang di posisi mana? 
Standar sayang atau marahnya Allah itu adalah sejauh mana kita mampu taat kepada-Nya atau sedalam apa tenggelam dalam kemaksiatan.

Smoga brmanfaat Aamiin...

Sabtu, 24 Januari 2015

~~~ KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA ORANG TUA ~~~

1. Diluaskan Rezeki dan dipanjangkan Umur

Sebagaimana dalam hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Anas Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda. “Barangsiapa yang suka diluaskan rizki dan dipanjangkan umur maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi” [Hadits Riwayat Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693]

Kita sering menganggap silaturahmi berarti mengunjungi saudara, sahabat, dan teman, padahal dalam silaturahmi, yang harus didahulukan adalah silaturahmi kepada kedua orang tua sebelum kepada yang lain.

Dengan dekat kepada orangtua in syaa Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa dengan silaturahmi akan diakhirkan ajal dan umur seseorang, walaupun masih terdapat perbedaan di kalangan para ulama tentang masalah ini, namun pendapat yang lebih kuat berdasarkan nash dan zhahir hadits ini bahwa umur memang benar-benar akan dipanjangkan.

2. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua Dapat Menghilangkan Kesulitan Hidup

Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu dengan cara bertawasul menggunakan amal shahih tersebut. Dengan dasar hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Ibnu Umar.

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua.

Sebagian mereka berkata pada yg lain, ‘Ingatlah amal terbaik yg pernah kamu lakukan’. Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut.

Salah satu di antara mereka berkata, “Ya Allah, sesungguh aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yg masih kecil. Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain.

Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi kedua namun kedua masih tertidur pulas.

Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai kedua bangun.

Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah kedua minum lalu kuberikan kepada anak-anaku. Ya Allah, seandai peruntukan ini ialah peruntukan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah. “Maka batu yg menutupi pintu gua itupun bergeser” [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim (2473) (100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil A’mal]

Ini menunjukkan bahwa amalan berbakti pada kedua orang tua yang pernah kita lakukan, apalagi yang bersifat rutin, dapat digunakan untuk bertawassul pada Allah ketika kita mengalami kesulitan, In syaa Allah kesulitan tersebut akan hilang.

3. Ridho Allah Tergantung Keridhoaan Orang Tua

Ingin memastikan keridhoan Allah? Mintalah keridhoan orangtua!

“Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu ‘anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua” [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]

Lalu, darimana kita mengetahui apakah orangtua ridho atau tidak pada diri kita? Tentu saja kita bisa bertanya pada keduanya, atau meminta keridhoan pada keduanya. Terutama untuk para suami, kedudukan orangtua (ibu) adalah lebih tinggi daripada istri, akan tetapi untuk para istri, kedudukan suami lebih tinggi daripada kedudukan orangtua.

4. Surga Di Depan Mata

Allah telah menyiapkan surga untuk anak yang mau berbakti pada orangtua, sekalipun orangtuanya menzoliminya:

“Seorang muslim yang mempunyai kedua orang tua yang muslim, kemudian ia senantiasa berlaku baik kepadanya, maka Allah berkenan membukakan dua pintu surga baginya. Kalau ia memiliki satu orang tua saja, maka ia akan mendapatkan satu pintu surga terbuka. Dan kalau ia membuat kemurkaan kedua orang tua maka Allah tidak ridha kepada-Nya.” Maka ada seorang bertanya, “Walaupun keduanya berlaku zhalim kepadanya?” Jawab Rasulullah, “Ya, sekalipun keduanya menzhaliminya.” (HR. Bukhari).

5. Berbakti Kepada Kedua Orang Tua adalah Amalan Paling Utama

Mengaku ingin berjihad di jalan Allah? Utamakanlah berbakti pada kedua orangtua terlebih dulu, karena kedudukan berbakti pada orangtua justru lebih tinggi dari berjihad di jalan-Nya!

"Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah" [Hadits Riwayat Bukhari
Apa yang saya tulis ini adalah sebagian saja dan masih banyak lagi keutamaan-keutamaan berbakti kepada orang tua yang sering kita sebagi anak selalu mengabaikan hal itu semoga kita di jadikan anak yang selalu berbakti kepada ke dua orang tua kita ataupun salah satu dari mereka Aamiin yang mungkin masih hidup bersama kita Allahu'alam 

*~~~ MANUSIA DAN BINATANG APA BEDANYA..?~~~*

Banyak binatang yang hidup di sekitar manusia; Pernahkah kita memperhatikan kehidupan mereka ? Coba kita renungkan perjalanan hidup mereka.
Ayam sebagai contohnya; Sebelum subuh ia sudah bangun dari tidurnya, berkokok membangunkan manusia. Kemudian memulai aktivitas kesehariannya:
Mencari makan, mengais rezeki untuk melanjutkan kehidupannya di muka bumi ini.
Yang punya anak, maka ia akan mengajak anak²nya mencari makan. Berlari-lari kecil dan menceker-ceker tanah untuk mencari cacing.
Kadang kala kelakuannya itu membuat tanaman dan bunga² rusak. Teras rumah orang menjadi kotor dan tidak enak dilihat. Dia tidak pernah berfikir apakah perbuatannya itu membuat manusia marah dan terganggu?
Dia tidak pernah memikirkan hal itu; manusia akan marah dan mencercanya, tidak ia hiraukan.
Silahkan manusia marah, yang menjadi tujuannya adalah bagaimana perutnya kenyang dan anak²nya tidak kelaparan. Bila melihat jagung yang sedang dijemur, dengan santai dia akan mematuknya, sampai si pemilik mengusirnya. Tidak ada dibenaknya kata : “milik orang”, yang didapatnya dimakan dan itulah miliknya!
Urusan buang kotoran; dimana ia menginginkan ia akan membuangnya, entah itu di teras rumah yang baru dibersihkan atau di tanah yang basah dan jorok, yang penting baginya nafsunya terlampiaskan.
Beda lagi dengan ayam jago atau ayam jantan, selain mencari makan biasanya ia berjalan ke timur dan ke berat untuk mencari pasangan. Bila melihat ayam betina berjalan, dia tidak pernah berfikir untuk menundukkan pandangannya). Ketika memiliki keinginan untuk bercinta, maka ia tidak akan susah² untuk meminang betina dan menikahinya. Bila nafsu birahinya telah memuncak, maka di mana ia melihat betina, ia akan mengejarnya, mendekatinya, merayunya dengan suaranya dan ketampanannya, dan bila berhasil menarik hati si betina maka ia akan melampiaskan nafsunya, entah betina itu milik siapa, ia tidak memikirkannya.
Di sore hari ia akan kembali ke tempat tinggalnya untuk bermalam, atau mencari tempat untuk beristirahat dari kebisingan dunia, tidur memejamkan mata dan keesokan harinya dia akan mulai berkokok dan menjalani aktivitas dunianya. Begitulah kehidupannya sampai ia dipotong atau mati menjadi bangkai.
Rata-rata kehidupan binatang yang lainnya seperti; sapi, kambing, tidak jauh berbeda dengan kehidupan ayam. Tujuannya adalah: Mengisi perut sampai kenyang, memuaskan nafsu yang di bawah perut, memelihara anak-anaknya, mencari tempat tinggal.
Bagi mereka tata krama untuk mencapai tujuan tidak dipikirkan; karena mereka adalah binatang, yang penting bagaimana tujuan tercapai. Dan setelah itu, pada akhirnya akan menjadi santapan manusia atau menjadi bangkai.
Itulah kehidupan binatang; Apakah ada di antara manusia yang meniru gaya hidup binatang?
Setiap hari aktivitasnya adalah bekerja mengais rizqi, membanting tulang dan memeras keringat untuk perutnya, untuk anak²nya, membangun rumah, memuaskan nafsu birahinya tanpa aturan. Tanpa ia sadari bahwa dirinya berbeda dengan binatang dan tata kehidupannya harus berbeda pula dengan binatang.
Ia adalah insan yang berakal, yang tujuan penciptaannya adalah berbeda dengan binatang, ia dicipta bukan hanya untuk memenuhi nafsu semata, tapi ia tercipta dengan tujuan yang agung menjadi abdi Sang pencipta.
”Manusia berbeda dengan binatang, saat ia menjadi hamba yang beribadah kepada Tuhan-Nya”

                
Ust Syafiq Riza Basalamah, MA  ﺣﻔﻈﻪ ﺍﻟﻠﻪﺗﻌﺎﻟﻰ 

Selasa, 20 Januari 2015

*~~~ UNTUKMU SAODARA SODARIKU ~~~*

Apa kabar hati?
Masihkah ia seperti embun? merunduk tawadhu’ di pucuk-pucuk daun..
Masihkah ia seperti batu karang? tetap berdiri tegar walau gelombang ujian datang menghadang..

Apa kabar iman?
Masihkah ia seperti bintang? Terang benderang menerangi kehidupan..
Masihkah ia seperti mentari yang sanggup menyinari namun tak berharap dipuji..

Apa kabar sahabat saudaraku fillah?
Di manapun saat ini berada semoga Allah senantiasa menjaga dan melindungi diri kita, hati kita, iman kita untuk hari ini dan selamanya..

Jika saat ini kita sedang tersenyum bahagia semoga bukan kebahagiaan sesaat..
Jika sedang bersedih, semoga keadaan ini tak kan selamanya..
Jika sedang lelah dan sakit semoga rasa lelah dan sakit menjadi penggugur dosa..

Saudaraku..banyak hal didunia ini yang tak sanggup kita pikirkan sendiri, tertawa tak kan seru jika dinikmati seorang diri. Air mata kesedihan terlalu pedih jika kita pendam sendiri..
Untuk itu kita membutuhkan saudara untuk berbagi kebahagiaan,menguatkan kita di kala berduka dan mengingatkan kita di kala lupa..

Seperti apapun kondisi diri kita saat ini semoga Allah menjadikan kita bagian dari orang-orang yang berjiwa tenang, sehingga kelak akan datang kepada-Nya dengan wajah yang bercahaya karena hati dan iman kita yang benderang..

Semoga hari-hari kita diwarnai kasih sayang-Nya sehingga setiap amal kebajikan kita dinilai sebagai ibadah untuk mengharap ridha-Nya,

Jumat, 16 Januari 2015

***~~ PANDANGAN YANG BERAKHIR DENGAN KEPEDIHAN ~~***

    Semoga ini bermanfaat bagiku dan untukmu saudaraku. Mari di simak:''

Di Kufah ada seorang pemuda yang ahli ibadah yang senantiasa tinggal di Masjid Jami’ dan hampir-hampir tidak pernah meninggalkannya. Dia berwajah tampan dan bagus akhlaknya. Suatu hari ada seorang gadis cantik dan cerdas yang melihatnya sehingga gadis tersebut jatuh hati kepadanya. Cintanya itu berlangsung lama. Suatu hari gadis tersebut sengaja mencegat pemuda tersebut di jalan yang biasa dia lewati menuju rumahnya. Maka gadis tersebut berkata kepadanya, “Wahai pemuda, dengarkanlah beberapa kalimat dariku, setelah itu lakukanlah sesukamu!” Namun pemuda tersebut hanya berlalu dan tidak berbicara dengannya.
Kemudian setelah peristiwa itu gadis tersebut kembali menghadang pemuda tersebut di jalan ketika dia ingin pulang ke rumahnya. Gadis tersebut kembali mengatakan, “Wahai pemuda, dengarkanlah beberapa kalimat, aku ingin bicara denganmu!” Maka pemuda tersebut menundukkan kepalanya seraya berkata, “Ini tempat yang bisa menimbulkan prasangka buruk, dan saya tidak suka berada di tempat yang bisa menimbulkan prasangka buruk.”
Gadis tersebut menjawab, “Demi Allah, saya tidaklah berdiri di tempatku berdiri ini karena tidak mengetahui keadaanmu, tetapi saya berlindung kepada Allah dari menganggap para ahli ibadah sengaja melakukan hal seperti ini. Demi Allah, yang mendorong saya untuk menjumpaimu dalam perkara ini adalah karena diri saya sendiri, karena saya mengetahui bahwa yang sedikit dari ini menurut manusia adalah banyak. Dan kalian wahai orang-orang yang ahli ibadah ibarat kaca yang akan ternoda hanya dengan sebab kotoran yang sedikit saja. Inti dari yang ingin saya sampaikan kepadamu adalah bahwa seluruh anggota badanku disibukkan dengan dirimu, maka saya mohon dengan sangat agar engkau mau sekiranya memberikan perhatian terhadap urusanku dan urusanmu.”
Namun pemuda tersebut berlalu pulang ke rumahnya dan ingin mengerjakan shalat, tetapi dia tidak bisa konsentrasi untuk mengerjakan shalat. Lalu dia mengambil kertas dan menulis sebuah surat. Kemudian dia keluar rumah, ternyata gadis tersebut masih duduk di tempatnya semula. Maka dia pun melemparkan suratnya kepadanya dan pulang ke rumahnya lagi.
Surat tersebut berbunyi:
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
“Ketahuilah wahai sang gadis, sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala jika Dia didurhakai maka Dia tidak langsung mengadzab. Jika seorang hamba mengulangi kedurhakaannya maka Dia akan menutupinya. Maka jika hamba tersebut telah menjadikan kedurhakaan sebagai pakaian, Allah Azza wa Jalla akan murka dengan kemurkaan yang tidak sanggup dihadapi oleh langit, bumi, gunung, pohon dan hewan. Siapakah yang sanggup menghadapi kemurkaan-Nya?
Jika yang engkau sebutkan tidak benar, maka saya ingatkan dirimu dengan hari yang ketika itu langit menjadi seperti timah yang meleleh dan gunung-gunung laksana kapas yang beterbangan, dan seluruh umat berlutut di hadapan Al-Jabbar Al-Azhim. Dan sungguh saya merasa tidak mampu untuk memperbaiki diriku sendiri, maka bagaimana mungkin saya akan memperbaiki orang lain.
Namun jika yang engkau katakan memang benar-benar terjadi (jatuh cinta), maka saya akan tunjukkan dirimu kepada dokter yang paling mampu mengobati luka yang menyakitkan dan penyakit yang parah. Dialah Allah Rabbul Alamin. Maka mohonlah kesembuhan kepada-Nya dengan sungguh-sungguh dan penuh kejujuran.
Dan sungguh saya sendiri tidak sempat memikirkan dirimu, karena selalu teringat dengan firman Allah Azza wa Jalla:
“Dan berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat, yaitu ketika hati menyesak sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. Orang-orang yang zhalim tidak mempunyai teman setia seorang pun dan tidak pula mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya. Dia mengetahui pandangan mata yang berkhianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS. Ghafir: 18-19)
Maka adakah tempat lari dari ayat ini?!” –selesai–
Lalu beberapa hari setelah itu gadis tersebut datang lagi dan menunggu di jalan yang biasa dilewati oleh pemuda tadi. Ketika dia melihat gadis itu dari kejauhan, maka dia ingin kembali ke rumahnya agar dia tidak bertemu lagi dengannya, gadis tersebut memanggil, “Wahai pemuda, jangan pulang, karena tidak akan ada pertemuan lagi setelah ini selama-lamanya kecuali di hadapan allah Azza wa Jalla!”
Lalu gadis tersebut menangis tersedu-sedu. Kemudian dia berkata, “Saya memohon kepada Allah Azza wa Jalla yang di tangan-Nya kunci-kunci hatimu agar memudahkan urusanmu yang sulit.” Kemudian dia mengikuti pemuda itu lalu berkata, “Berilah saya nesehat yang akan saya bawa darimu dan berilah saya wasiat yang akan saya laksanakan!”
Maka pemuda tersebut berkata kepadanya, “Saya wasiatkan kepadamu agar menjaga keselamatan dirimu dari keburukan dirimu sendiri. Dan saya ingatkan engkau dengan firman Allah Azza wa Jalla:
“Dan Dialah yang menidurkan kalian di malam hari dan mengetahui apa yang kalian kerjakan di siang hari.” (QS. Al-An’am: 60)
Maka gadis tersebut menundukkan kepalanya dan menangis lebih dari tangisannya yang pertama. Kemudian dia pun menyadari kesalahannya lalu dia pun tinggal di rumahnya terus dan fokus beribadah. Jika dia teringat pemuda itu maka dia mengambil suratnya dan meletakkannya di depan kedua matanya. Maka ada yang bertanya kepadanya, “Apakah dengan hal ini bermanfaat bagimu?!” Dia menjawab, “Apakah ada obat bagiku selainnya?!”
Jika malam datang maka dia pun bangkit mengerjakan shalat di mihrabnya. Dia terus melakukan seperti itu hingga dia meninggal karena menahan sedih.
Maka pemuda tersebut mendengar kabar meninggalnya kemudian dia pun menangisinya. Lalu ada yang bertanya kepadanya, “Kenapa engkau menangis, bukankah engkau telah membuatnya putus asa?!” Dia pun menjawab, “Sesungguhnya saya telah menyembelih keinginganku terhadapnya pada kali pertama, dan saya telah menjadikan keputusanku untuk memutus hubungan dengannya sebagai simpanan bagiku di sisi Allah Azza wa Jalla (bukan karena saya tidak mencintainya –pent), dan sesungguhnya saya merasa malu terhadap Allah Azza wa Jalla untuk meminta kembali simpanan yang telah kusimpan di sisi-Nya.”
(Dzammul Hawaa, karya Ibnul Jauzy, hal. 383-384)

~~~ TERNYATA ROMANTIS ITU MASIH ADA ~~~

Kisah ini di ceritkan oleh seorang ikhwan yang langsung melihat dengan mata kepala sendiri simak :''

Ada pemandangan yang luar biasa dan sampai kapanpun akan membekas di sanubari ini.Kejadian itu berlangsung kemarin malam tatkala di daerah kami ada kajian ilmiah dengan pemateri ustadz.Aunur Rofiq Bin Ghufron -hafizahullaahu-.
Di saat dalam perjalanan menuju lokasi kajian,kami sempat tertegun saat menyalip seorang akhwat yang memboncengkan seorang ikhwan (suaminya).
Kebetulan kajian akan dimulai ba'da isya dan waktu itu kami berburu dengan waktu mengingat saat itu sudah hampir masuk waktu sholat isya'.
Dalam hati kami masih berpikir kenapa yang boncengin bukan suaminya,kok malah istrinya yang suruh jadi joki.
Sesaat tiba d ilokasi azan sudah menggema,jawaban itu belum jg terpecahkan.Tapi di teras masjid kami jumpai lagi dua sejoli itu,yang akhwat nampak dengan setia menunggu suaminya sholat.
Dan usai sholat,tibalah para jamaah berjalan menuju lokasi kajian di mana lokasinya di depan masjid yaitu di sebuah aula.
Kami pun bergegas menuju aula,dan lagi-lagi perhatian kami tertuju pada dua sejoli itu,nampak sang istri dengan santun dan sabar menuntun sang suami menuju tempat kajian.
Sampailah kami di depan pintu masuk,dan rasa penasaran itu belum terjawab,sampai kami akhirnya menyadari bahwa (maaf) sang suami itu ternyata tuna netra.
Hal ini baru kami sadari tatkala melihat seorang ikhwah yang dengan sabar dan penuh lemah lembut memandu beliau menuju kursi.
Di tengah untaian ilmu dan nasehat melantun dari al ustadz,qodarullaah hujan turun begitu deras,sampai waktu beranjak malam dan kajian telah purna hujan masih juga mengguyur malam nan menawan itu.
Kami pun bergegas menuju tempat parkir untuk mengambil kendaraan,maa syaa Allaah di tempat parkir lagi-lagi kami berpapasan dengan dua sejoli itu lagi.
Seakan terkesima melihat pengabdian tulus dari seorang istri yang begitu khidmat dengan penuh kasih sayang menggandeng suaminya yang tuna netra.
Karna begitu takjub kamipun memutuskan untuk mengamati dengan seksama dibalik gelap dan derasnya hujan malam itu,nampak sang istri dengan penuh cinta memandu sang suami untuk diboncengkan,dengan jas hujan ala kadarnya sang wanita tangguh memecah riak air yang banyak menggenangi jalan menuju istana cintanya.
Demikianlah,di saat cinta biasa akrab dengan kilauan materi dan fisikli,masih ada seorang wanita hebat/tangguh yang mendedikasikan jiwa dan raganya untuk sang belahan jiwanya, walau sang pangeran penuh keterbatasan,,,
semua itu tidak menyiutkan langkahnya untuk meraih cinta di atas kecintaan pada-Nya.
Semoga Allaah Ta'aala merahmati istri sholeha tersebut,dan semoga cinta mereka berlanjut sampai kelak di jannah-Nya.
Dan hanya kepada Allaah kita mohon petunjuk.

Rabu, 14 Januari 2015

*~~~ ADZAN TERAKHIR BILAL BIN RABAH ~~~*

Pada waktu dhuha di hari Senin 12 Rabi’ul Awal 11 H (hari wafatnya Rasulullah shalallahu alaihi wasallam) masuklah putri beliau Fathimah radhiyallahu anha ke dalam kamar Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, lalu dia menangis saat masuk kamar Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Dia menangis karena biasanya setiap kali dia masuk menemui Rasullullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, beliau berdiri dan menciumnya di antara kedua matanya, akan tetapi sekarang beliau tidak mampu berdiri untuknya. Maka Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepadanya: ”Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu di telinganya, maka dia pun menangis. Kemudian beliau bersabda lagi untuk kedua kalinya:” Mendekatlah kemari wahai Fathimah.” Beliaupun membisikkan sesuatu sekali lagi, maka diapun tertawa.
Maka setelah kematian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, mereka bertanya kepada Fathimah : “Apa yg telah dibisikkan oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam kepadamu sehingga engkau menangis, dan apa pula yang beliau bisikkan hingga engkau tertawa?” Fathimah berkata: ”Pertama kalinya beliau berkata kepadaku: ”Wahai Fathimah, aku akan meninggal malam ini.” Maka akupun menangis. Maka saat beliau mendapati tangisanku beliau kembali berkata kepadaku:” Engkau wahai Fathimah, adalah keluargaku yg pertama kali akan bertemu denganku.” Maka akupun tertawa.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil Hasan dan Husain, beliau mencium keduanya dan berwasiat kebaikan kepada keduanya. Lalu Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam memanggil semua istrinya, menasehati dan mengingatkan mereka. Beliau berwasiat kepada seluruh manusia yang hadir agar menjaga shalat. Beliau mengulang-ulang wasiat itu.
Lalu rasa sakitpun terasa semakin berat, maka beliau bersabda:” Keluarkanlah siapa saja dari rumahku.” Beliau bersabda:” Mendekatlah kepadaku wahai ‘Aisyah!” Beliaupun tidur di dada istri beliau ‘Aisyah radhiyallahu anha. ‘Aisyah berkata:” Beliau mengangkat tangan beliau seraya bersabda:” Bahkan Ar-Rafiqul A’la bahkan Ar-Rafiqul A’la.” Maka diketahuilah bahwa disela-sela ucapan beliau, beliau disuruh memilih diantara kehidupan dunia atau Ar-Rafiqul A’la.
Masuklah malaikat Jibril alaihis salam menemui Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam seraya berkata:” Malaikat maut ada di pintu, meminta izin untuk menemuimu, dan dia tidak pernah meminta izin kepada seorangpun sebelummu.” Maka beliau berkata kepadanya:” Izinkan untuknya wahai Jibril.” Masuklah malaikat Maut seraya berkata:” Assalamu’alaika wahai Rasulullah. Allah telah mengutusku untuk memberikan pilihan kepadamu antara tetap tinggal di dunia atau bertemu dengan Allah di Akhirat.” Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:” Bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la (Teman yang tertinggi), bahkan aku memilih Ar-Rafiqul A’la, bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah yaitu :para nabi, para shiddiqiin, orang-orang yg mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah rafiq (teman) yang sebaik-baiknya.”
‘Aisyah menuturkan bahwa sebelum Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat, ketika beliau bersandar pada dadanya, dan dia mendengarkan beliau secara seksama, beliau berdo’a:
“Ya Allah, ampunilah aku, rahmatilah aku dan susulkan aku pada ar-rafiq al-a’la. Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la, Ya Allah (aku minta) ar-rafiq al-a’la.” Berdirilah malaikat Maut disisi kepala Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam- sebagaimana dia berdiri di sisi kepala salah seorang diantara kita- dan berkata:” Wahai roh yang bagus, roh Muhammad ibn Abdillah, keluarlah menuju keridhaan Allah, dan menuju Rabb yang ridha dan tidak murka.”
Sayyidah ‘Aisyah berkata:”Maka jatuhlah tangan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan kepala beliau menjadi berat di atas dadaku, dan sungguh aku telah tahu bahwa beliau telah wafat.” Dia berkata:”Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan, tidak ada yang kuperbuat selain keluar dari kamarku menuju masjid, yang disana ada para sahabat, dan kukatakan:” Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat, Rasulullah telah wafat.” Maka mengalirlah tangisan di dalam masjid. Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu terduduk karena beratnya kabar tersebut, ‘Ustman bin Affan radhiyallahu anhu seperti anak kecil menggerakkan tangannya ke kanan dan kekiri. Adapun Umar bin al-Khaththab radhiyallahu anhu berkata:” Jika ada seseorang yang mengatakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah meninggal, akan kupotong kepalanya dengan pedangku, beliau hanya pergi untuk menemui Rabb-Nya sebagaimana Musa alaihis salam pergi untuk menemui Rabb-Nya.” Adapun orang yg paling tegar adalah Abu Bakar radhiyallahu anhu, dia masuk kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, memeluk beliau dan berkata:”Wahai sahabatku, wahai kekasihku, wahai bapakku.” Kemudian dia mencium Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan berkata : ”Anda mulia dalam hidup dan dalam keadaan mati.”
Keluarlah Abu Bakar menemui manusia dan berkata:” Barangsiapa menyembah Muhammad, maka Muhammad sekarang telah wafat, dan barangsiapa yang menyembah Allah, maka sesungguhnya Allah kekal, hidup, dan tidak akan mati.” Maka akupun keluar dan menangis, aku mencari tempat untuk menyendiri dan aku menangis sendiri.”
Inna lillahi wainna ilaihi raji’un, telah berpulang ke rahmat Allah orang yang paling mulia, orang yg paling kita cintai pada waktu dhuha ketika memanas di hari Senin 12 Rabiul Awal 11 H tepat pada usia 63 tahun lebih 4 hari. semoga shalawat dan salam selalu tercurah untuk Nabi kiat tercinta Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.
Langit Madinah kala itu mendung. Bukan mendung biasa, tetapi mendung yang kental dengan kesuraman dan kesedihan. Seluruh manusia bersedih, burung-burung enggan berkicau, daun dan mayang kurma enggan melambai, angin enggan berhembus, bahkan matahari enggan nampak. Seakan-akan seluruh alam menangis, kehilangan sosok manusia yang diutus sebagai rahmat sekalian alam. Di salah satu sudut Masjid Nabawi, sesosok pria yang legam kulitnya menangis tanpa bisa menahan tangisnya.
Waktu shalat telah tiba.
Bilal bin Rabah, pria legam itu, beranjak menunaikan tugasnya yang biasa: mengumandangkan adzan.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”
Suara beningnya yang indah nan lantang terdengar di seantero Madinah. Penduduk Madinah beranjak menuju masjid. Masih dalam kesedihan, sadar bahwa pria yang selama ini mengimami mereka tak akan pernah muncul lagi dari biliknya di sisi masjid.
“Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha ilallah….”
Suara bening itu kini bergetar. Penduduk Madinah bertanya-tanya, ada apa gerangan. Jamaah yang sudah berkumpul di masjid melihat tangan pria legam itu bergetar tak beraturan.
“Asy…hadu.. an..na.. M..Mu..mu..hammmad…”
Suara bening itu tak lagi terdengar jelas. Kini tak hanya tangan Bilal yang bergetar hebat, seluruh tubuhnya gemetar tak beraturan, seakan-akan ia tak sanggup berdiri dan bisa roboh kapanpun juga. Wajahnya sembab. Air matanya mengalir deras, tidak terkontrol. Air matanya membasahi seluruh kelopak, pipi, dagu, hingga jenggot. Tanah tempat ia berdiri kini dipenuhi oleh bercak-bercak bekas air matanya yang jatuh ke bumi. Seperti tanah yang habis di siram rintik-rintik air hujan.
Ia mencoba mengulang kalimat adzannya yang terputus. Salah satu kalimat dari dua kalimat syahadat. Kalimat persaksian bahwa Muhammad bin Abdullah adalah Rasul ALLAH.
“Asy…ha..du. .annna…”
Kali ini ia tak bisa meneruskan lebih jauh.
Tubuhnya mulai limbung.
Sahabat yang tanggap menghampirinya, memeluknya dan meneruskan adzan yang terpotong.
Saat itu tak hanya Bilal yang menangis, tapi seluruh jamaah yang berkumpul di Masjid Nabawi, bahkan yang tidak berada di masjid ikut menangis. Mereka semua merasakan kepedihan ditinggal Kekasih ALLAH untuk selama-lamanya. Semua menangis, tapi tidak seperti Bilal.
Tangis Bilal lebih deras dari semua penduduk Madinah. Tak ada yang tahu persis kenapa Bilal seperti itu, tapi Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu anhu tahu.
Ia pun membebastugaskan Bilal dari tugas mengumandangkan adzan. Saat mengumandangkan adzan, tiba-tiba kenangannya bersama Rasulullah shalallahu alaihi wasallam berkelabat tanpa ia bisa membendungnya. Ia teringat bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam memuliakannya di saat ia selalu terhina, hanya karena ia budak dari Afrika. Ia teringat bagaimana Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menjodohkannya. Saat itu Rasulullah meyakinkan keluarga mempelai wanita dengan berkata, “Bilal adalah pasangan dari surga, nikahkanlah saudari perempuanmu dengannya”.
Pria legam itu terenyuh mendengar sanjungan Sang Nabi akan dirinya, seorang pria berkulit hitam, tidak tampan, dan mantan budak.
Kenangan-kenangan akan sikap Rasul yang begitu lembut pada dirinya berkejar-kejaran saat ia mengumandangkan adzan. Ingatan akan sabda Rasul, “Bilal, istirahatkanlah kami dengan shalat.” lalu ia pun beranjak adzan, muncul begitu saja tanpa ia bisa dibendung.
Kini tak ada lagi suara lembut yang meminta istirahat dengan shalat. Bilal pun teringat bahwa ia biasanya pergi menuju bilik Nabi yang berdampingan dengan Masjid Nabawi setiap mendekati waktu shalat. Di depan pintu bilik Rasul, Bilal berkata, “Saatnya untuk shalat, saatnya untuk meraih kemenangan. Wahai Rasulullah, saatnya untuk shalat.”
Kini tak ada lagi pria mulia di balik bilik itu yang akan keluar dengan wajah yang ramah dan penuh rasa terima kasih karena sudah diingatkan akan waktu shalat. Bilal teringat, saat shalat ‘Ied dan shalat Istisqa’ ia selalu berjalan di depan. Rasulullah dengan tombak di tangan menuju tempat diselenggarakan shalat. Salah satu dari tiga tombak pemberian Raja Habasyah kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Satu diberikan Rasul kepada Umar bin Khattab, satu untuk dirinya sendiri, dan satu ia berikan kepada Bilal. Kini hanya tombak itu saja yang masih ada, tanpa diiringi pria mulia yang memberikannya tombak tersebut. Hati Bilal makin perih. Seluruh kenangan itu bertumpuk-tumpuk, membuncah bercampur dengan rasa rindu dan cinta yang sangat pada diri Bilal. Bilal sudah tidak tahan lagi. Ia tidak sanggup lagi untuk mengumandangkan adzan.
Abu Bakar tahu akan perasaan Bilal. Saat Bilal meminta izin untuk tidak mengumandankan adzan lagi, beliau mengizinkannya. Saat Bilal meminta izin untuk meninggalkan Madinah, Abu Bakar kembali mengizinkan. Bagi Bilal, setiap sudut kota Madinah akan selalu membangkitkan kenangan akan Rasul, dan itu akan semakin membuat dirinya merana karena rindu. Ia memutuskan meninggalkan kota itu. Ia pergi ke Damaskus bergabung dengan mujahidin di sana. Madinah semakin berduka. Setelah ditinggal al-Musthafa, kini mereka ditinggal pria legam mantan budak tetapi memiliki hati secemerlang cermin.
Awalnya, ash-Shiddiq merasa ragu untuk mengabulkan permohonan Bilal sekaligus mengizinkannya keluar dari kota Madinah, namun Bilal mendesaknya seraya berkata, “Jika dulu engkau membeliku untuk kepentingan dirimu sendiri, maka engkau berhak menahanku, tapi jika engkau telah memerdekakanku karena Allah, maka biarkanlah aku bebas menuju kepada-Nya.”
Abu Bakar menjawab, “Demi Allah, aku benar-benar membelimu untuk Allah, dan aku memerdekakanmu juga karena Allah.”
Bilal menyahut, “Kalau begitu, aku tidak akan pernah mengumandangkan azan untuk siapa pun setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam wafat.”
Abu Bakar menjawab, “Baiklah, aku mengabulkannya.” Bilal pergi meninggalkan Madinah bersama pasukan pertama yang dikirim oleh Abu Bakar. Ia tinggal di daerah Darayya yang terletak tidak jauh dari kota Damaskus. Bilal benar-benar tidak mau mengumandangkan adzan hingga kedatangan Umar ibnul Khaththab ke wilayah Syam, yang kembali bertemu dengan Bilal Radhiallahu ‘anhu setelah terpisah cukup lama.
Jazirah Arab kembali berduka. Kini sahabat terdekat Muhammad shalallahu alaihi wasallam, khalifah pertama, menyusulnya ke pangkuan Ilahi. Pria yang bergelar Al-Furqan menjadi penggantinya. Umat Muslim menaruh harapan yang besar kepadanya. Umar bin Khattab berangkat ke Damaskus, Syria. Tujuannya hanya satu, menemui Bilal dan membujuknya untuk mengumandangkan adzan kembali. Setelah dua tahun yang melelahkan; berperang melawan pembangkang zakat, berperang dengan mereka yang mengaku Nabi, dan berupaya menjaga keutuhan umat; Umar berupaya menyatukan umat dan menyemangati mereka yang mulai lelah akan pertikaian. Umar berupaya mengumpulkan semua muslim ke masjid untuk bersama-sama merengkuh kekuatan dari Yang Maha Kuat. Sekaligus kembali menguatkan cinta mereka kepada Rasul-Nya.
Umar membujuk Bilal untuk kembali mengumandangkan adzan. Bilal menolak, tetapi bukan Umar namanya jika khalifah kedua tersebut mudah menyerah. Ia kembali membujuk dan membujuk.
“Hanya sekali”, bujuk Umar. “Ini semua untuk umat. Umat yang dicintai Muhammad, umat yang dipanggil Muhammad saat sakaratul mautnya. Begitu besar cintamu kepada Muhammad, maka tidakkah engkau cinta pada umat yang dicintai Muhammad?” Bilal tersentuh. Ia menyetujui untuk kembali mengumandangkan adzan. Hanya sekali, saat waktu Subuh..
Hari saat Bilal akan mengumandangkan adzan pun tiba.
Berita tersebut sudah tersiar ke seantero negeri. Ratusan hingga ribuan kaum muslimin memadati masjid demi mendengar kembali suara bening yang legendaris itu.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”
“Asyhadu anla ilaha illallah, Asyhadu anla ilaha illallah…”
“Asyhadu anna Muhammadarrasulullah…”
Sampai di sini Bilal berhasil menguatkan dirinya. Kumandang adzan kali itu beresonansi dengan kerinduan Bilal akan Sang Rasul, menghasilkan senandung yang indah lebih indah dari karya maestro komposer ternama masa modern mana pun jua. Kumandang adzan itu begitu menyentuh hati, merasuk ke dalam jiwa, dan membetot urat kerinduan akan Sang Rasul. Seluruh yang hadir dan mendengarnya menangis secara spontan.
“Asyhadu anna Muhammadarrasulullah…”
Kini getaran resonansinya semakin kuat. Menghanyutkan Bilal dan para jamaah di kolam rindu yang tak berujung. Tangis rindu semakin menjadi-jadi. Bumi Arab kala itu kembali basah akan air mata.
“Hayya ‘alash-shalah, hayya ‘alash-shalah…”
Tak ada yang tak mendengar seruan itu kecuali ia berangkat menuju masjid.
“Hayya `alal-falah, hayya `alal-falah…”
Seruan akan kebangkitan dan harapan berkumandang. Optimisme dan harapan kaum muslimin meningkat dan membuncah.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar…”
Allah-lah yang Maha Besar, Maha Perkasa dan Maha Berkehendak. Masihkah kau takut kepada selain-Nya? Masihkah kau berani menenetang perintah-Nya?
“La ilaha illallah…”
Tiada tuhan selain ALLAH. Jika engkau menuhankan Muhammad, ketahuilah bahwa ia telah wafat. ALLAH Maha Hidup dan tak akan pernah mati.
Namanya adalah Bilal bin Rabah, Muadzin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, memiliki kisah menarik tentang sebuah perjuangan mempertahankan aqidah. Sebuah kisah yang tidak akan pernah membosankan, walaupun terus diulang-ulang sepanjang zaman. Kekuatan alurnya akan membuat setiap orang tetap penasaran untuk mendengarnya.
Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ayahnya bernama Rabah, sedangkan ibunya bernama Hamamah, seorang budak wanita berkulit hitam yang tinggal di Mekah. Karena ibunya itu, sebagian orang memanggil Bilal dengan sebutan ibnus-Sauda’ (putra wanita hitam).
Bilal dibesarkan di kota Ummul Qura (Mekah) sebagai seorang budak milik keluarga bani Abduddar. Saat ayah mereka meninggal, Bilal diwariskan kepada Umayyah bin Khalaf, seorang tokoh penting kaum kafir.
Ketika Mekah diterangi cahaya agama baru dan Rasul yang agung Shalallahu ‘alaihi wasallam mulai mengumandangkan seruan kalimat tauhid, Bilal adalah termasuk orang-orang pertama yang memeluk Islam. Saat Bilal masuk Islam, di bumi ini hanya ada beberapa orang yang telah mendahuluinya memeluk agama baru itu, seperti Ummul Mu’minin Khadijah binti Khuwailid, Abu Bakar ash-Shiddiq, Ali bin Abu Thalib, ‘Ammar bin Yasir bersama ibunya, Sumayyah, Shuhaib ar-Rumi, dan al-Miqdad bin al-Aswad.
Bilal merasakan penganiayaan orang-orang musyrik yang lebih berat dari siapa pun. Berbagai macam kekerasan, siksaan, dan kekejaman mendera tubuhnya. Namun ia, sebagaimana kaum muslimin yang lemah lainnya, tetap sabar menghadapi ujian di jalan Allah itu dengan kesabaran yang jarang sanggup ditunjukkan oleh siapa pun.
Orang-orang Islam seperti Abu Bakar dan Ali bin Abu Thalib masih memiliki keluarga dan suku yang membela mereka. Akan tetapi, orang-orang yang tertindas (mustadh’afun) dari kalangan hamba sahaya dan budak itu, tidak memiliki siapa pun, sehingga orang-orang Quraisy menyiksanya tanpa belas kasihan. Quraisy ingin menjadikan penyiksaan atas mereka sebagai contoh dan pelajaran bagi setiap orang yang ingin mengikuti ajaran Muhammad.
Sementara itu, Bilal bin Rabah, terus disiksa oleh Quraisy tanpa henti. Biasanya, apabila matahari tepat di atas ubun-ubun dan padang pasir Mekah berubah menjadi perapian yang begitu menyengat, orang-orang Quraisy itu mulai membuka pakaian orang-orang Islam yang tertindas itu, lalu memakaikan baju besi pada mereka dan membiarkan mereka terbakar oleh sengatan matahari yang terasa semakin terik. Tidak cukup sampai di sana, orang-orang Quraisy itu mencambuk tubuh mereka sambil memaksa mereka mencaci maki Muhammad.
Adakalanya, saat siksaan terasa begitu berat dan kekuatan tubuh orang-orang Islam yang tertindas itu semakin lemah untuk menahannya, mereka mengikuti kemauan orang-orang Quraisy yang menyiksa mereka secara lahir, sementara hatinya tetap pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kecuali Bilal, semoga Allah meridhainya. Baginya, penderitaan itu masih terasa terlalu ringan jika dibandingkan dengan kecintaannya kepada Allah dan perjuangan di jalan-Nya.
Orang Quraisy yang paling banyak menyiksa Bilal adalah Umayyah bin Khalaf bersama para algojonya. Mereka menghantam punggung telanjang Bilal dengan cambuk, namun Bilal hanya berkata, “Ahad, Ahad … (Allah Maha Esa).” Mereka menindih dada telanjang Bilal dengan batu besar yang panas, Bilal pun hanya berkata, “Ahad, Ahad ….“ Mereka semakin meningkatkan penyiksaannya, namun Bilal tetap mengatakan, “Ahad, Ahad….”
Mereka memaksa Bilal agar memuji Latta dan ‘Uzza, tapi Bilal justru memuji nama Allah dan Rasul-Nya. Mereka terus memaksanya, “Ikutilah yang kami katakan!”
Bilal menjawab, “Lidahku tidak bisa mengatakannya.” Jawaban ini membuat siksaan mereka semakin hebat dan keras.
Apabila merasa lelah dan bosan menyiksa, sang tiran, Umayyah bin Khalaf, mengikat leher Bilal dengan tali yang kasar lalu menyerahkannya kepada sejumlah orang tak berbudi dan anak-anak agar menariknya di jalanan dan menyeretnya di sepanjang Abthah Mekah. Sementara itu, Bilal menikmati siksaan yang diterimanya karena membela ajaran Allah dan Rasul-Nya. Ia terus mengumandangkan pernyataan agungnya, “Ahad…, Ahad…, Ahad…, Ahad….” Ia terus mengulang-ulangnya tanpa merasa bosan dan lelah.
Suatu ketika, Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu mengajukan penawaran kepada Umayyah bin Khalaf untuk membeli Bilal darinya. Umayyah menaikkan harga berlipat ganda. Ia mengira Abu Bakar tidak akan mau membayarnya. Tapi ternyata, Abu Bakar setuju, walaupun harus mengeluarkan sembilan uqiyah emas.
Seusai transaksi, Umayyah berkata kepada Abu Bakar, “Sebenarnya, kalau engkau menawar sampai satu uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk menjualnya.”
Abu Bakar membalas, “Seandainya engkau memberi tawaran sampai seratus uqiyah-pun, maka aku tidak akan ragu untuk membelinya.”
Ketika Abu Bakar memberi tahu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bahwa ia telah membeli sekaligus menyelamatkan Bilal dari cengkeraman para penyiksanya, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Bakar, “Kalau begitu, biarkan aku bersekutu denganmu untuk membayarnya, wahai Abu Bakar.”
Ash-Shiddiq Rodhiallahu ‘anhu menjawab, “Aku telah memerdekakannya, wahai Rasulullah.”
Setelah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengizinkan sahabat-sahabatnya untuk hijrah ke Madinah, mereka segera berhijrah, termasuk Bilal Rodhiallahu ‘anhu. Setibanya di Madinah, Bilal tinggal satu rumah dengan Abu Bakar dan ‘Amir bin Fihr. Malangnya, mereka terkena penyakit demam. Apabila demamnya agak reda, Bilal melantunkan gurindam kerinduan dengan suaranya yang jernih :
Duhai malangnya aku, akankah suatu malam nanti
Aku bermalam di Fakh dikelilingi pohon idzkhir dan jalil
Akankah suatu hari nanti aku minum air Mijannah
Akankah aku melihat lagi pegunungan Syamah dan Thafil
Tidak perlu heran, mengapa Bilal begitu mendambakan Mekah dan perkampungannya; merindukan lembah dan pegunungannya, karena di sanalah ia merasakan nikmatnya iman. Di sanalah ia menikmati segala bentuk siksaan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Di sanalah ia berhasil melawan nafsu dan godaan setan.
Bilal tinggal di Madinah dengan tenang dan jauh dari jangkauan orang-orang Quraisy yang kerap menyiksanya. Kini, ia mencurahkan segenap perhatiannya untuk menyertai Nabi sekaligus kekasihnya, Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam. Bilal selalu mengikuti Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ke mana pun beliau pergi.
Selalu bersamanya saat shalat maupun ketika pergi untuk berjihad. Kebersamaannya dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam ibarat bayangan yang tidak pernah lepas dari pemiliknya.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam selesai membangun Masjid Nabawi di Madinah dan menetapkan azan, maka Bilal ditunjuk sebagai orang pertama yang mengumandangkan azan (muadzin) dalam sejarah Islam.
Biasanya, setelah mengumandangkan adzan, Bilal berdiri di depan pintu rumah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam seraya berseru, “Hayya ‘alash sholaati hayya ‘alal falaahi…(Mari melaksanakan shalat, mari meraih keuntungan….)” Lalu, ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam keluar dari rumah dan Bilal melihat beliau, Bilal segera melantunkan iqamat.
Suatu ketika, Najasyi, Raja Habasyah, menghadiahkan tiga tombak pendek yang termasuk barang-barang paling istimewa miliknya kepada Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam mengambil satu tombak, sementara sisanya diberikan kepada Ali bin Abu Thalib dan Umar ibnul Khaththab, tapi tidak lama kemudian, beliau memberikan tombak itu kepada Bilal. Sejak saat itu, selama Nabi hidup, Bilal selalu membawa tombak pendek itu ke mana-mana. Ia membawanya dalam kesempatan dua shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha), dan shalat istisqa’ (mohon turun hujan), dan menancapkannya di hadapan beliau saat melakukan shalat di luar masjid.
Bilal menyertai Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam dalam Perang Badar. Ia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana Allah memenuhi janji-Nya dan menolong tentara-Nya. Ia juga melihat langsung tewasnya para pembesar Quraisy yang pernah menyiksanya dengan hebat. Ia melihat Abu Jahal dan Umayyah bin Khalaf tersungkur berkalang tanah ditembus pedang kaum muslimin dan darahnya mengalir deras karena tusukan tombak orang-orang yang mereka siksa dahulu.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam menaklukkan kota Mekah, beliau berjalan di depan pasukan hijaunya bersama ’sang pengumandang panggilan langit’, Bilal bin Rabah. Saat masuk ke Ka’bah, beliau hanya ditemani oleh tiga orang, yaitu Utsman bin Thalhah, pembawa kunci Ka’bah, Usamah bin Zaid, yang dikenal sebagai kekasih Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dan putra dari kekasihnya, dan Bilal bin Rabah, Muadzin Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam.
Shalat Zhuhur tiba. Ribuan orang berkumpul di sekitar Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, termasuk orang-orang Quraisy yang baru masuk Islam saat itu, baik dengan suka hati maupun terpaksa. Semuanya menyaksikan pemandangan yang agung itu. Pada saat-saat yang sangat bersejarah itu, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam memanggil Bilal bin Rabah agar naik ke atap Ka’bah untuk mengumandangkan kalimat tauhid dari sana. Bilal melaksanakan perintah Rasul Shalallahu ‘alaihi wasallam dengan senang hati, lalu mengumandangkan azan dengan suaranya yang bersih dan jelas.
Ribuan pasang mata memandang ke arahnya dan ribuan lidah mengikuti kalimat adzan yang dikumandangkannya. Tetapi di sisi lain, orang-orang yang tidak beriman dengan sepenuh hatinya, tak kuasa memendam hasad di dalam dada. Mereka merasa kedengkian telah merobek-robek hati mereka.
Saat adzan yang dikumandangkan Bilal sampai pada kalimat, “Asyhadu anna muhammadan rasuulullaahi (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)”.
Juwairiyah binti Abu Jahal bergumam, “Sungguh, Allah telah mengangkat kedudukanmu. Memang, kami tetap akan shalat, tapi demi Allah, kami tidak menyukai orang yang telah membunuh orang-orang yang kami sayangi.” Maksudnya, adalah ayahnya yang tewas dalam Perang Badar.
Khalid bin Usaid berkata, “Aku bersyukur kepada Allah yang telah memuliakan ayahku dengan tidak menyaksikan peristiwa hari ini.” Kebetulan ayahnya meninggal sehari sebelum Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam masuk ke kota Mekah..
Sementara al-Harits bin Hisyam berkata, “Sungguh malang nasibku, mengapa aku tidak mati saja sebelum melihat Bilal naik ke atas Ka’bah.”
AI-Hakam bin Abu al-’Ash berkata, “Demi Allah, ini musibah yang sangat besar. Seorang budak bani Jumah bersuara di atas bangunan ini (Ka’bah).”
Sementara Abu Sufyan yang berada dekat mereka hanya berkata, “Aku tidak mengatakan apa pun, karena kalau aku membuat pernyataan, walau hanya satu kalimat, maka pasti akan sampai kepada Muhammad bin Abdullah.”
Bilal menjadi muadzin tetap selama Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam hidup. Selama itu pula, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam sangat menyukai suara yang saat disiksa dengan siksaan yang begitu berat di masa lalu, ia melantunkan kata, “Ahad…, Ahad… (Allah Maha Esa).”
Tahun 20 Hijriah. Bilal terbaring lemah di tempat tidurnya. Usianya saat itu 70 tahun. Sang istri di sampingnya tak bisa menahan kesedihannya. Ia menangis, menangis dan menangis. Sadar bahwa sang suami tercinta akan segera menemui Rabbnya. “Jangan menangis,” katanya kepada istri. “Sebentar lagi aku akan menemui Rasulullah shalallahu alaihi wasallam dan sahabat-sahabatku yang lain. Jika ALLAH mengizinkan, aku akan bertemu kembali dengan mereka esok hari.” Esoknya ia benar-benar sudah dipanggil ke hadapan Rabbnya. Pria yang suara langkah terompahnya terdengar sampai surga saat ia masih hidup, berada dalam kebahagiaan yang sangat. Ia bisa kembali bertemu dengan sosok yang selama ini ia rindukan. Ia bisa kembali menemani Rasulullah, seperti sebelumnya saat masih di dunia.
Referensi: