Laman

Minggu, 11 Januari 2015

~~~ MENEBAR DUSTA MERAIH BAHAGIA ~~~

Akhi Ukhtii moga selalu dalam lindungan Allah.
“Tinggalkanlah dusta, karena dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan kepada neraka”.
Kiranya seperti itulah makna salah satu pesan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, namun ternyata ada dusta yang boleh, bahkan itu adalah bumbu penyedap untuk kehidupan suami istri.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
لا يصلح الكذب إلا في ثلاث: يحدث الرجل امرأته ليرضيها والكذب في الحرب والكذب ليصلح بين الناس
”Tidak dibenarkan berdusta kecuali dalam tiga hal: ”Seorang laki-laki yang berbicara kepada istrinya demi menyenangkan hatinya, Dusta dalam peperangan dan Dusta untuk memperbaiki hubungan manusia (yang sedang berseteru).”
(HR. Tirmidzi no. 1939, dan dihasankan oleh al-Albani dalam Shahihul Jami’ no. 2834)
Tapi perlu digaris bawahi, bahwa kebolehan ini bukan secara mutlak, yang diperbolehkan adalah dusta yang tujuannya memperbaiki hubungan dan menyenangkan hati, seperti seorang suami yang mengatakan kepada istrinya:
** KAU ADALAH PEREMPUAN TERINDAH UNTUKKU
** RONA WAJAHMU SELALU MEMBAYANGI JALAN-JALANKU
** AKU TAK KUASA BILA TAK MELIHAT WAJAHMU
** AKU AKAN SELALU ADA UNTUKMU, SAYANG!!!
** MASAKANMU TIADA YANG MENANDINGINYA
Begitu pula sang istri kepada suaminya.
Inilah dusta yang seharusnya dipelajari oleh para pasutri, karena di dalamnya mengandung banyak hikmah, dan inilah gombal yang kadang kala sebagian suami sulit untuk mengungkapkannya, oleh karena itu harus ada latihan.
Penulis: Ustadz Dr. Syafiq Reza Baslamah, M.A حفظه الله تعالى

Sabtu, 03 Januari 2015

***~~~ HAKIKAT CINTA ~~~***

Kita semua menyadari bahwa mencintai Rasulullah shallahu alaihi wasallam merupakan kewajiban

Kewajiban untuk mencintainya berada pada martabat kedua setelah kecintaan kepada Allah.
Bahkan tidak sempurna imam seseorang apabila dia tidak mencintai Rasulullah lebih dari apapun selain Allah.

Beliau -shallahu alaihi wasallam- bersabda:

"Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga aku lebih dicintainya melebihi cintanya terhadap anak-anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia" (HR. Bukhori dan Muslim)
 
Saya pernah mendengar sebuah ungkapan indah tentang konsekwensi cinta.
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً لَأَطَعْتَـهُ إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ أَحَبَّ مُطِيْـعُ

Jikalau cintamu tulus murni (kepadanya), niscaya engkau akan mentaatinya.
Karena sesungguhnya orang yang mencintai akan patuh terhadap orang yang dicintainya.

Pikirkupun membawaku pada baris-baris sabda yang dulu pernah kubaca:
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد

"Barangsiapa yang melakukan satu amalan yang tidak kami perintahkan, maka amalan itu tertolak" 

Dia tidak pernah memerintahkannya.
Jadi kami tidak akan merayakannya.
Bukan karena kami tak sanggup, tapi takut kalau amal-amal kami ditolak.
Kami juga takut bila hari yang dijanjikan itu tiba, kami ditolak saat mendekat mendekati telaga haudhnya.

Rasulullah shallahu alaihi wasallam bersabda:
  
ليردن علي أقوام أعرفهم ويعرفونني ثم يحال بيني وبينهم فأقوِل إنهم من أمتي ، فيقال : إنك لا تدري ما أحدثوا بعدك . فأقول : سحقاَ لمن غيّر بعدي

"sungguh ada suatu kaum yang akan mendekat padaku (di telaga al-haudh). aku mengenal mereka dan mereka pun mengenalku. kemudian aku dan mereka dipisahkan, maka aku berkata: “mereka adalah ummatku.” kemudian dikatakan pada beliau: “engkau tidak tahu apa yang mereka ada-adakan sepeninggalmu.” Maka aku pun berkata: “celakalah (menjauhlah) orang-orang yang mengubah (agama) setelahku." 
(HR. Bukhari-Muslim)

                                      Sahabat... 
Karna aku tak ingin engkau juga tertolak diri telaga haudh itu, maka kutuliskan catatan kecil ini sebagai pikiran banding untukmu yang masih terbuwai dengan apa yang kau sebut bid'ah hasanah...

Bukankah di dalam Al-Qur'an Allah berfirman:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِينًا

"Pada hari ini telah kusempurnakan untukmu agamamu dan telah kusempurnakan bagimu nikmat-Ku dan telah kuridhoi Islam sebagai agamamu" (QS: Al-Maidah ayat: 3)

Imam Malik -rahimahullah- berkata "maka apa-apa saja yang bukan bagaian dari agama dimasa itu, maka hari ini juga tetap bukan bagian dari agama"

Akhi fillah..
Hendaknya seorang muslim mengikuti jejak salafussholeh dalam ibadah serta muamalahnya..
Besungguh-sungguhlah agar dengan perlahan tapi pasti engkau bisa lepas dari jerat-jerat buwaian bid'ah hasanah.

Karana kekasihku dan kekasihmu bersabda: 

"semua bid'ah adalah sesat"

Ketahuilah...
Kecintaan yg tulus itu terwujud dalam bentuk ittiba (mengikuti petunjuknya dengan segenap jiwa dan raga) 
Manisnya cinta Rasul tidak dapat diraih dengan mendengar bait-bait cinta yang dilantunkan dimalam maulid nabi.
Bait-bait cinta yang berisi pujian berlebihan kepada Rasulullah. 
Padahal beliau bersabda: 

“Jangan memujiku secara berlebihan seperti kaum Nasrani yang memuji Isa putera Maryam. Sesungguhnya aku adalah hamba-Nya, maka ucapkanlah, “Hamba Allah dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari dan Ahmad).

Orang yg paling bahagia adalah orang yg selalu mengingat Rasulullah dalam sunnahnya, meneladani cara hidupnya dari cara buang hajat sampai memimpin negara.
Buktikan kalau cintamu tulus.
Sebagaimana firman Allah: 

“Katakanlah (hai Muhāmmad), jika kalian (benar-benar) mencintai Allâh maka ikutilah aku (nabi muhammad sholAllahu ‘alaihi wa sallam ), niscaya Allah akan mencintai kalian dan Allah akan mengampuni dosa-dosa kalian, dan Allah Māhapengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-‘Imrân: 31)

Kami mencintaimu wahai Rasullah..
Kami akan mengingatmu bersama jenggot yang kami biarkan tumbuh..
Bersama pakaian yang tak kami biarkan melewati mata kaki..
Kami akan mengingatmu dalam shalawat yang terucap setiap kali namamu disebut.
Dalam senyum tulus untuk saudara kami saat bertemu.
Bersama ayunan langkah ke masjid untuk sholat berjamaah.
Disaat menaiki kenderaan dengan do'a yang pernah kau ajarkan dulu..
Kami mencintaimu dengan caramu.. seperti yang kau mau..
Dengan sunnah yang kau ajarkan, bukan dengan bid'ah yang engkau cela..
Kami akan terus besama ahli baitmu yang mengikutimu.
Kami tidak akan mengingatmu bersama mereka ditengah manusia yang merayakan kelahiranmu setahun sekali,
Dengan Jubah yg menjulur melebihi mata kaki..
Dengan jenggot yang dicukur rapi..
Dengan ba'it ba'it pujian yang diiringi tabuhan rebana, bunyi beduk yang bertalu-talu disertai petikan gitar gambus dimalam maulidmu..
Kami tidak akan merayakannya..
Kami takkan hadir.. 
Meski yang mengajak kami adalah mereka yang mengaku sebagai ahli baitmu..
Sebagai anak cucukmu..
Iya, kami memang WAHHABI.. Karena kami adalah hamba Al Wahhab..
Kami mencintaimu wahai Rasulullah.. 
Mencintai ahlul baitmu yang shaleh serta sahabat-sahabatmu -radhiallahu anhum-...

Ya Allah.. Kurniakan untuk kami syafaat nabi-Mu

        Tulisan ini di ambil dari blog  ustadz aan chandra thalib dengan sdikit perubahan untk melihat lengkapnya silhakn di lnik ini :http://abulfayruz.blogspot.com/

Jumat, 02 Januari 2015

**~~~ FIQIH SHALAT BERJAMAAH ~~~**

Di antara syi’ar Islam yang agung adalah shalat berjamaah. Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلَاةُ اَلْجَمَاعَةِ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاةِ اَلْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً
“Shalat berjamaah lebih utama daripada shalat sendiri dengan dua puluh tujuh derajat.”(HR. Bukhari dan Muslim)

Hukum Shalat Berjamaah

Shalat berjamaah hukumnya wajib bagi setiap laki-laki yang sudah baligh (dewasa) dan mampu melakukannya, apabila ia mendengar panggilan adzan. Di antara dalil yang menunjukkan wajibnya adalah firman Allah Subhaanahu wa Ta’aala:
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.” (terj. Al Baqarah: 43)
Adapun bagi wanita tidak wajib, kalau pun mereka hendak ke masjid maka tidak mengapa, namun dengan syarat mereka tidak mengundang fitnah (seperti melepas jilbab) dan tidak memakai wewangian. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ تَمْنَعُوْا اِمَاءَ اللهِ مَسَاجِدَ اللهِ وَلْيَخْرُجْنَ تَفِلاَتٍ
“Janganlah kamu mencegah hamba-hamba Allah yang perempuan mendatangi masjid Allah, dan hendaknya mereka keluar tanpa mengenakan wewangian.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Namun shalat di rumah bagi wanita lebih utama. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ
“Dan (shalat) di rumahnya itu lebih baik bagi mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud)
Adab Menghadiri Shalat Berjamaah
Dalam shalat berjamaah ada beberapa adab yang perlu diperhatikan:
  • Memakai pakaian yang rapi dan indah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلىَّ أحَدُكُمْ فَلْيَلْبَسْ ثَوْبَيْهِ فَإِنَّ اللهَ أَحَقُّ أَنْ يُتَزَيَّنَ لَهُ
“Apabila salah seorang di antara kamu shalat, maka pakaialah kedua pakaiannya, karena sesungguhnya Allah lebih berhak untuk berhias kepada-Nya.” (Hasan, diriwayatkan oleh Thahawiy, Thabrani dan Baihaqi, lih. Silsilah Ash Shahiihah 1369)
  • Keluar dari rumah dengan membaca doa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَالَ يَعْنِي إِذَا خَرَجَ مِن بَيْتِهِ: بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إلِاّ بِاللَّهِ يُقَالَ لهُ: كُفِيْتَ وَوُقِيْتَ وَتَنَحَّى عَنْهُ الشَّيْطَانُ
“Barangsiapa yang mengucapkan, yakni ketika keluar dari rumahnya “Bismillahi …sampai illaa billah” (artinya “Dengan nama Allah, aku bertawakkal kepada Allah, tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah”), maka akan dikatakan kepadanya, “Kamu telah dicukupi, dilindungi dan akan dijauhi oleh setan.” (HR. Tirmidzi)
  • Berjalan kaki.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
صَلَاةُ أَحَدِكُمْ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ وَبَيْتِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ بِأَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حُطَّتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ وَالْمَلَائِكَةُ تُصَلِّي عَلَى أَحَدِكُمْ مَا دَامَ فِي مُصَلَّاهُ الَّذِي يُصَلِّي فِيهِ اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَيْهِ اللَّهُمَّ ارْحَمْهُ مَا لَمْ يُحْدِثْ فِيهِ مَا لَمْ يُؤْذِ فِيهِ
       “Shalat salah seorang di antara kamu dengan berjamaah adalah melebihi shalat (sendiri) di pasar maupun di rumahnya dengan 20 derajat lebih. Hal itu karena apabila di antara kamu berwudhu, lalu memperbagus wudhunya, kemudian mendatangi masjid untuk shalat, hanya untuk shalat saja ia datang, tidaklah ia melangkah satu langkah kecuali akan ditiinggikan derajatnya atau digugurkan dosanya. Para malaikat akan mendoakannya selama ia masih tetap di tempat shalatnya itu sambil berkata, “Ya Allah, rahmatilah dia. Ya Allah, sayangilah dia.” Selama ia belum berhadats dan tidak menyakiti (orang lain) di sana.” (HR. Bukhari)
Contoh menyakiti orang lain adalah berkata ghibah (menggunjing) dan namimah (mengadu domba).
  • Membaca doa ketika berangkat ke masjid, yaitu dengan doa berikut:
اَللَّهُمَّ اجْعَلْ فِى قَلْبِى نُورًا وَفِى لِسَانِى نُورًا وَاجْعَلْ فِى سَمْعِى نُورًا وَاجْعَلْ فِى بَصَرِى نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ خَلْفِى نُورًا وَمِنْ أَمَامِى نُورًا وَاجْعَلْ مِنْ فَوْقِى نُورًا وَمِنْ تَحْتِى نُورًا . اللَّهُمَّ أَعْطِنِى نُورًا »
“Ya Allah, jadikanlah di hatiku cahaya, di lisanku cahaya, pendengaranku cahaya, penglihatanku cahaya, di belakangku cahaya, di depanku cahaya, di atasku cahaya, dan di bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah aku cahaya.” (HR. Muslim)
  • Tidak bertasybik (menganyam/memasukkan jari-jemari tangan kanan ke jari-jemari tangan kiri). Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِذَا تَوَضَّأَ اَحَدُكُمْ فَأَحْسَنَ وُضُوْءَهَا ثُمَّ خَرَجَ عَامِدًا اِلَى الْمَسْجِدِ فَلاَ يُشَبِّكُنَّ بَيْنَ اَصَابِعِهِ فَإِنَّهُ فِي صَلَاةٍ
“Apabila salah seorang di antara kamu berwudhu, lalu memperbagus wudhunya kemudian berangkat ke masjid, maka janganlah sekali-kali ia menganyam jari-jemarinya, karena ia (dianggap) dalam shalat.” (Shahih, diriwayatkan oleh Tirmidzi dan Abu Dawud)
Tasybik juga dilarang bagi orang yang berada di masjid yang sedang menunggu shalat berikutnya.
  • Tidak tergesa-gesa ketika berangkat ke masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا سَمِعْتُمُ الْإِقَامَةَ فَامْشُوْا إِلىَ الصَّلاَةِ وَعَلَيْكُمُ السَّكِيْنَةُ وَالْوَقَارُ وَلاَ تُسْرِعُوْا
“Apabila kamu mendengar iqamat (sudah dikumandangkan), maka berjalanlah menuju shalat dengan tenang dan melakukan sikap yang pantas, janganlah kamu tergesa-gesa.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Nawawi berkata: “Sakiinah (lih. lafaz hadits) adalah tenang dalam gerakan dan menjauhi main-main. Sedangkan waqaar adalah dalam sikap, misalnya dengan menundukkan pandangan, merendahkan suara dan tidak menengok, namun ada yang mengatakan bahwa sakiinah dan waqaar adalah semakna, disebutkan kata yang kedua hanyalah sebagai penguat.”
  • Masuk masjid dengan mendahulukan kaki kanan dan membaca doa masuk masjid.
Fathimah binti Rasulullah radhiyallahu ‘anhuma berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk ke masjid mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ اللهِ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ وَافْتَحْ لِيْ اَبْوَابَ رَحْمَتِكَ
“Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah pintu-pintu rahmat-Mu.”
Dan apabila keluar mengucapkan:
بِسْمِ اللهِ وَالسَّلاَمُ عَلىَ رَسُوْلِ اللهِ اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ ذُنُوْبِيْ وَافْتَحْ لِيْ اَبْوَابَ فَضْلِكَ
“Dengan nama Allah, salam untuk Rasulullah. Ya Allah, ampunilah dosaku dan bukakanlah pintu-pintu karunia-Mu.”
(Shahih, diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Tirmidzi)
  • Melakukan shalat Tahiyatul masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِذَا دَخَلَ اَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ فَلاَ يَجْلِسْ حَتَّى يُصَلِّيَ رَكْعَتَيْنِ
“Apabila salah seorang di antara kamu masuk masjid, maka janganlah ia duduk sampai mengerjakan shalat dua rak’at.” (HR. Bukhari, Muslim dll)
  • Tidak melakukan shalat sunat ketika iqamat sudah dikumandangkan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
اِذَا اُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ صَلاَةَ اِلاَّ الْمَكْتُوْبَةُ
“Apabila shalat sudah diiqamatkan, maka tidak ada lagi shalat selain shalat fardhu.” (HR. Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud)
Oleh karena itu, jika masih baru memulai shalat, maka kita putuskan shalat kita, namun jika sudah hampir selesai atau sudah rak’at terakhir, maka kita lanjutkan dengan ringan.
Petunjuk Umum Shalat Berjamaah
  • Hendaknya makmum meluruskan dan merapatkan barisan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
سَوُّوْا صُفُوْفَكُمْ فَإِنَّ تَسْوِيَةَ الصُّفُوْفِ مِنْ تَمَامِ الصَّلاَةِ
“Luruskanlah barisan kamu, karena lurusnya barisan termasuk kesempurnaan shalat.” (HR. Bukhari dan Muslim)
رُصُّوْا صُفُوْفَكُمْ
“Rapatkanlah barisan kamu.” (shahih, HR. Abu Dawud dan Nasa’i)
  • Makmum wajib mengikuti imam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
« أَمَا يَخْشَى أَحَدُكُمْ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ قَبْلَ الإِمَامِ أَنْ يَجْعَلَ اللَّهُ رَأْسَهُ رَأْسَ حِمَارٍ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ صُورَتَهُ صُورَةَ حِمَارٍ ؟ » .
“Tidak takutkah salah seorang di antara kamu? Jika ia mengangkat kepalanya sebelum imam (mengangkat kepala), akan Allah jadikan kepalanya seperti kepala keledai atau bentuknya seperti bentuk keledai.” (HR. Bukhari-Muslim)
Termasuk tidak mengikuti imam adalah musaabaqah (mendahului imam), muwaafaqah (bersamaan dengan imam) dan takhalluf (berlama-lama tidak segera mengikuti imam). Yang benar adalah mutaaba’ah, yakni mengikuti imam segera setelah imam selesai mengucapkan takbir.
  • Makmum dilarang berdiri di belakang shaf sendirian.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لَا صَلَاةَ لِمُنْفَرِدٍ خَلْفَ اَلصَّفِّ
“Tidak ada shalat bagi orang yang berada di belakang shaf sendirian.” (Shahih, HR. Ibnu Hibban dari Ali bin Syaiban)
Bahkan orang tersebut diperintahkan untuk mengulangi shalatnya, hal ini jika masih ada celah untuk masuk ke dalam shaf. Namun jika tidak ada celah, maka tidak mengapa shalat sendirian di belakang shaf.
  • Jika seseorang berhadats, maka dianjurkan memegang hidungnya, setelah itu ia pun keluar dari barisan, meskipun harus berjalan di depan makmum yang shalat, karena sutrah makmum diwakili oleh sutrahnya imam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
اِذَا اَحْدَثَ اَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ فَلْيَأْخُذْ بِأَنْفِهِ ثُمَّ لِيَنْصَرِفَ
“Apabila salah seorang di antara kamu berhadats dalam shalatnya, maka hendaknya ia pegang hidungnya lalu keluar.”(Shahih Abi Dawud 985)
Hikmahnya adalah agar ia tidak merasa malu keluar dari barisan.
Posisi Imam dan Makmum
Jika makmum hanya seorang, maka posisinya di sebelah kanan imam sejajar. Dan jika dua orang atau lebih, maka posisinya di belakang imam. Jabir radhiyallahu ‘anhu berkata:
قَامَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيُصَلِّيَ فَجِئْتُ فَقُمْتُ عَلىَ يَسَارِهِ فَأَخَذَ بِيَدِيْ فَأَدَارَنِيْ حَتَّى أَقَامَنِيْ عَنْ يَمِيْنِهِ ثُمَّ جَاءَ جَابِرُ بْنُ صَخْرٍ فَقَامَ عَنْ يَسَارِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَخَذَ بِأَيْدِيْنَا جَمِيْعًا فَدَفَعَنَا حَتَّى أَقَامَنَا خَلْفَهُ
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
berdiri shalat, aku pun datang lalu berdiri di sebelah kiri Beliau. Maka Beliau pun memegang tanganku dan memutarkanku (yakni lewat belakang) sehingga menjadikanku berada di sebelah kanannya. Kemudian Jabir bin Shakhr datang, lalu berdiri di samping kiri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau memegang tangan kami berdua, lalu menempatkan kami di belakang Beliau.” (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Dan bila ada seorang wanita atau lebih, maka ia berdiri di belakang laki-laki. Anas radhiyallahu ‘anhu berkata:
فَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم وَصَفَفْتُ وَالْيَتِيمَ وَرَاءَهُ ، وَالْعَجُوزُ مِنْ وَرَائِنَا
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri, aku dan anak yatim pun berdiri di belakang Beliau, sedangkan wanita tua berdiri di belakang kami.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Imam Syafi’i berkata, “Apabila laki-laki mengimami seorang laki-laki, maka makmum berdiri di sampingnya. Namun apabila laki-laki mengimami khuntsa musykil (waria/orang yang memiliki dua kelamin sejak lahir) atau mengimami wanita, maka orang-orang tersebut berdiri di belakang, tidak di samping.”
Wanita tidak boleh menjadi imam bagi laki-laki, ia hanya boleh mengimami kaum wanita juga, dan posisi wanita jika sebagai imam adalah berdiri di tengah-tengah kaum wanita yang lain dalam sebuah barisan sebagaimana yang dilakukan oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha (HR. Baihaqi, Hakim dan Daruquthni)
Namun Ibnu Hazm berpendapat bahwa wanita jika mengimami wanita, maka posisinya di depan makmum wanita.
Tetapi karena ada atsar Aisyah di atas, maka atsar Aisyah itulah yang kita pegang, wallahu a’lam.
Udzur Tidak Menghadiri Shalat Berjamaah
Udzur-udzurnya adalah hujan, sakit yang memberatkan penderitanya menghadiri shalat berjamaah, makanan sudah dihidangkan, sehabis makan bawang merah atau putih atau makanan berbau tidak sedap lainnya, didesak oleh buang air (besar atau kecil), kondisi tidak aman yang dapat membahayakan diri, harta dan kehormatan, dan dalam keadaan safar, di mana ia khawatir ditinggal rombongan.
Oleh: Marwan bin Musa
Artikel www.Yufidia.com
Maraji’: Fiqhus Sunnah, Al Wajiz, Al Hidayah fii Masaa’il Fiqhiyyah dll.

Selasa, 30 Desember 2014

*~~~ DARI MASJID KITA BANGKIT ~~~*

Masjid ialah potongan bumi yang paling mulia. Ia merupakan kesejukan mata bagi orang yang beriman. Betapa tidak kita pungkiri keagungannya? Sedang kita mengetahui bahwa masjid merupakan rumah Allah yang merupakan tempat terbaik di semesta. Tapi mengapa saat ini masjid masih kalah ramai dibanding bioskop, konser pertunjukkan, dan arena sepak bola? Ini musibah.. Sungguh musibah…
Tempat yang Paling Dicintai Allah
Masjid adalah sebaik-baik tempat di muka bumi. Ia merupakan pasar pahala yang bertabur begitu banyak keutamaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Tempat yang paling dicintai Allah ialah masjid, dan tempat yang paling dimurkai Allah ialah pasar.” (HR. Muslim)
Syaikh ‘Abdurrazaq bin ‘Abdil Muhsin Al ‘Abbad menjelaskan sebab dikatakannya masjid sebagai tempat yang paling dicintai Allah ialah karena di dalamnya banyak disebut nama Allah, ditegakkan shalat, dibacakan Al Qur’an, dan di dalamnya pula terdapat banyak majelis-majelis ilmu dan perkara-perkara lain yang dicintai oleh Allah. Berbeda dengan pasar yang di dalamnya banyak dijumpai transaksi-transaksi haram, perbuatan-perbuatan buruk, dan kemungkaran-kemungkaran lain yang terjadi di pasar. (lihat Ta’zhimus Shalah)
Syiar agama di masjid sebagai pembeda dengan negeri kafir.
Dahulu, sebelum Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang melawan orang-orang kafir, beliau memastikan terlebih dahulu apakah ada kumandang suara adzan dari negeri tersebut atau tidak? Hal ini menunjukkan syiar-syiar agama yang nampak dari masjid-masjid kaum muslimin merupakan pembeda manakah negeri orang-orang kafir atau kaum muslimin. (lihat ‘Imaratul Masajid karya ‘Abdul ‘Aziz ‘Abdullah Al Humaidi)
Memakmurkan Masjid
Adapun bentuk pemakmuran masjid dapat dilakukan dengan dua cara, yaknis secara lahir ataupun batin. Pemakmuran secara lahiriah ialah dengan menjaga fisik dan bangunan masjid. Sebagaimana diceritakan oleh ibunda ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memerintahkan manusia untuk mendirikan bangunan masjid di suatu perkampungan, kemudian beliau memerintahkan agar masjid tersebut dibersihkan dan diberi wewangian. (Shohih Ibnu Hibban. Dinilai shahih oleh Al Albani).
Sedangkan memakmurkan secara batin maksudnya ialah memakmurkan masjid dengan mengisi kegiatan peribadahan di sana, semisal meramaikan majelis ilmu, shalat jama’ah, dan lain sebagainya. Rasulullah sangat menjunjung tinggi seluruh bentuk upaya pemakmuran masjid, tak terkecuali shalat jama’ah. Sampai-sampai beliau berangan membawa kayu bakar untuk membakar rumah orang-orang yang tidak menghadiri shalat jama’ah.
“Orang yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk” (QS. At Taubah : 18)
Keutamaan Memakmurkan Masjid
[1] Mendapatkan Naungan Allah
“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapatkan naungan Allah, di hari tak ada lagi naungan selain naungan-Nya… (diantara yang rasul sebutkan)… Seorang yang hatinya senantiasa terkait dengan masjid” (Muttafaqun ‘alaihi)
Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan makna hadits ini dengan mengatakan, “Hadits ini menunjukkan bahwa keterkaitan hati seorang dengan masjid disebabkan sangking cintanya diri orang tersebut dengan masjid.” (lihat Fathul Bari’ oleh Ibnu Hajar)
[2] Tiap langkahnya berbalas derajat dan terampunkan dosa
“Shalat di masjid dengan berjamaah itu dilebihkan 25 derajat dari shalat yang dikerjakan di rumah dan di pasar. Sesungguhnya jika salah seorang diantara kalian berwudhu kemudian menyempurnakan wudhunya lalu mendatangi masjid dan tak ada keinginan lain kecuali hendak shalat, maka tidaklah ia melangkah dengan satu langkah pun melainkan Allah mengangkatnya satu derajat dan terhapus darinya satu kesalahan” (HR. Muslim)
[3] Sakinah, Rahmat, dan disebut namanya didepan Malaikat
“Dan tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, mereka membaca kitab Allah, saling mempelajarinya diantara mereka, melainkan sakinah (ketenangan) diturunkan kepada mereka, rahamt Allah akan meliputi mereka, dan para malaikat akan senantiasa menaungi mereka. Pula, Allah akan menyebut nama mereka di hadapan malaikat yang berada di sisi-Nya” (HR.Muslim)
Teladan Generasi Terdahulu dalam Kejayaan Islam
Lembaran sejarah di masa silam, sudah pernah terhiasi dengan tinta kejayaan islam. Maka sudah sepatutnya kita mencontoh generasi terdahulu mengenai sikap mereka dalam memakmurkan masjid.
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu mengatakan, “Barangsiapa yang ingin berjumpa dengan Allah kelak dalam keadaan muslim, maka hendaklah ia menjaga shalat lima waktu tatkala adzan telah diseru. Sesungguhnya Allah telah mensyariatkan sebuah sunnah yang agung dan shalat berjamaah adalah diantara sunnah tersebut. Seandainya kalian shalat di rumah-rumah kalian, sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang belakangan maka sungguh kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian. Jika kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian, maka sungguh kalian telah berada dalam kesesatan” (HR. Muslim)
Demikianlah sahabat nabi mewasiatkan pesan-pesan ketaatan. Begitulah pula, dengan generasi setelahnya. Ada banyak keteladanan yang bisa kita jadikan panutan. Belum sampaikah kepada kita kisah tentang Sa’id bin Musayyib, seorang ulama tabi’in yang mana ia tak pernah mendengar suara adzan melainkan ia sudah berada di dalam masjid terlebih dahulu? (lihat Tahdzibu At Tahdzib, dinukil dari Ma’alim Fii Thariiq Thalab Al Ilmi)
Al Qadhi Taqiyuddin Sulaiman berkata, “Aku sama sekali tidak pernah shalat wajib sendirian kecuali dua kali. Dan ketika aku shalat seorang diri, seolah-olah aku seperti tidak melaksanakan shalat” (lihat Dzail Thabaqat Al Hanabilah, dinukil dari Ma’alim Fii Thariiq Thalab Al Ilmi)
Pula, Asy Sya’bi yang berkata, “Tidaklah datang waktu shalat, melainkan saya rindu kepadanya. Sejak saya masuk Islam, tidaklah telah tiba waktu iqamah shalat dikumandangkan, melainkan ssaya telah dalam keadaan berwudhu.” (Siyar A’lam An Nubala, dinukil dari Ma’alim Fii Thariiq Thalab Al Ilmi)
Atau belum terdengarkah di telinga kita, kisah Ar-Rabi’ bin Khaytam yang lumpuh kakinya, akan tetapi ia masih bersegera pergi ke masjid dengan dibantu oleh dua orang laki-laki. Dikatakan kepadanya, “Hai Abu Yazid! Kamu memiliki udzur untuk mendirikan shalat di rumahmu. “Benar.” Ia lanjut menjawab, “Akan tetapi aku mendengar seruan hayya ‘alal falaah (Mari Kita Menuju Kemenangan). Dan aku kira, bagi sesiapa yang mendengar ajakan ini, seharusnya ia menjawab dan memenuhi panggilannya meskipun datang dalam keadaan merangkak” (lihat Hilyatul Auliya’, 2/113)
Masya Allah, kita belumlah lemah jasadnya dan tidaklah pula dalam keadaan lumpuh kakinya. Akan tetapi mengapa sampai detik ini kita masih enggan untuk mermakmurkan masjid yang merupakan potongan bumi Allah yang paling mulia? Megapa masih saja ada keraguan untuk mengisi shaf-shafnya? Masih saja malu untuk menjawab tiap seruan panggilan dan bersegera memenuhi masjid dalam ketaatan? Mengapa? Apa perlu kiranya Allah jadikan kita lemah dan lumpuh terlebih dahulu, barulah kita mau tergerak hatinya untuk bisa memakmurkan masjid? Hanya kepada Allah lah sebaik-baik tempat kita mengadu.
                                                 Dari Masjid Kita Bangkit…!!
Jangan coba kita ragukan bagaimana begitu antusiasnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam memakmurkan masjid. Sungguh teramat banyak sabdanya yang memotivasi dan menjelaskan kepada kita mengenai keutamaannya. Kita juga banyak mendengar kisah generasi terdahulu yang begitu luar biasanya menjadikan masjid sebagai tempat terindah di dalam hatinya. Maka wajarlah Islam berjaya sedemikian luar biasanya
  Semoga bermamfaat...

~~~ IKHWAN SAMBUTLAH SERUAN ADZAN UNTUK SHALAT BERJAMA'AH ~~~

Nabi kita yg mulia pernah bertanya kepada para sahabatnya;
"Wahai para sahabatku..
Siapa diantara kalian yg berminat untuk pergi ke Buthan dan Aqiq (yaitu 2 pasar unta yg berada didekat kota madinah), utk mendapatkan 2 unta Qomawaini secara GRATIS dan HALAL tanpa dosa dan tdk memutuskan tali silaturahim?? Para sahabatpun sangat antusias..
Maka ketika para sahabat sangat antusias ingin pergi ke pasar tersebut, untuk mengambilnya..
---
( ketahuilah saudara2ku unta ini adalah jenis unta terbaik yg ada di muka bumi yg harganya lebih dari 500jt. Bahkan baru2 ini ada unta yg terjual 8 juta rial atau setara dgn Rp 25 milyar.
Dan diberikan 2 ekor perhari= 1 miliar/hari
Maka 1 bulan = 30 miliar )
Maka Nabi mencegah dan mengatakan kepada mereka :
"mengapa kalian tdk pergi kemasjid saja?? utk membaca dan mempelajari 2 ayat dari Alquran nulkarim..
Karena 2 ayat ini lebih mahal dan lebih berharga dari 2 unta Qomawaini, 3 ayatnya lebih berharga dari 3 unta, dan begitu seterusnya... (Riwayat Muslim)
Subhanallah...

Sabtu, 27 Desember 2014

*~~~ KONGLOMERAT MUSLIM YANG LUAR BIASA ~~~*

Petikan dari Facebook/Cukuplah Allah Bagiku
Jutawan Arab Saudi yang berjaya mengubah hidup beliau daripada seorang rakyat miskin hingga berjaya mengumpul kekayaan, Sulaiman Al-Rajhi, merupakan seorang dermawan yang terkenal di dunia.Beliau adalah pengasas Bank Al-Rajhi, bank Islam terbesar di dunia, dan salah satu daripada syarikat terbesar di Arab Saudi.
Sehingga 2011, kekayaan beliau telah dianggarkan oleh majalah Forbes, bernilai sebanyak AS$ 7.7 bilion sekali gus disenaraikan sebagai orang ke-120 yang terkaya di dunia.
Yayasan Saar milik beliau adalah sebuah organisasi amal yang terkenal di negara tersebut.
Keluarga Al-Rajhi dianggap sebagai salah satu daripada keluarga kaya yang BUKAN daripada keluarga diraja, dan mereka adalah antara dermawan terkemuka di dunia.
Walaupun Al-Rajhi adalah seorang jutawan, tetapi beliau memilih untuk menjadi ‘miskin’ sehinggakan beliau tidak mempunyai sebarang wang dan juga saham yang dimiliki beliau sebelum ini.
Keadaan tersebut terjadi apabila beliau memindahkan kesemua aset yang dimiliki kepada anak-anak beliau dan mendermakan aset-aset yang selebihnya.
Bagi menghargai jasa beliau terhadap dunia Islam, termasuk mengasaskan bank Islam terbesar dunia dan juga segala usaha yang dijalankan untuk membasmi kemiskinan, Al-Rajhi telah dipilih untuk menerima Anugerah Antarabangsa Raja Faisal atas jasa beliau kepada Islam.
Dalam satu wawancara yang dibuat oleh Muhammad Al-Harbi dari Al-Eqtisadiah Business Daily, Al-Rajhi menceritakan tentang bagaimana beliau mampu meyakinkan ketua-ketua bank di dunia, termasuk Bank of England, hampir 30 tahun lalu, bahawa bayaran ‘faedah’ adalah sesuatu yang haram bagi kedua-dua agama iaitu Islam dan Kristian, dan bank secara Islam adalah penyelesaian yang terbaik bagi menaikkan taraf ekonomi dunia.
Kisah Al-Rajhi berkisarkan tentang bagaimana seseorang itu meraih kekayaan dari bawah.
Beliau terpaksa melalui kesusahan ketika beliau kecil sebelum menjadi kaya, dan kemudiannya meninggalkan segala harta yang ada setelah mengecapi kejayaan.
Al-Rajhi masih lagi aktif dalam bekerja walaupun usia beliau telah mencecah lebih daripada 80 tahun.
Beliau memulakan tugas harian sejurus selepas solat Subuh dan terus bekerja hingga selepas solat Isyak.
Beliau kini sedang memberikan tumpuan terhadap Yayasan SAAR, dengan berulang-alik di negara-negara Arab bagi menguruskan segala hal-hal yang berkaitan dengan yayasan tersebut.
Beliau sering membawa diari kecil untuk mencatatkan aktiviti harian beliau dan sentiasa memastikan tidak akan terlepas dari satu aktiviti pun.
Al-Rajhi juga merupakan seorang yang amat berjaya dalam apa jua bidang yang beliau ceburi.
Selain daripada mengusahakan bank Islam terbesar dunia, beliau juga telah mengasaskan ladang binatang ternakan yang terbesar di Timur Tengah.
Daripada segi perladangan, beliau telah menjalankan banyak eksperimen ternakan secara organik di negara-negara Arab, termasuk perladangan udang Al-Laith. Beliau juga turut mengasaskan perniagaan hartanah dan juga beberapa lagi pelaburan.
Temubual:
Sheikh Suleiman, adakah anda kini telah menjadi miskin semula?
Ya. Kini apa yang saya miliki hanyalah pakaian-pakaian saya. Saya telah membahagikan harta saya kepada anak-anak dan juga mendermakan selebihnya untuk menjalankan projek-projek amal. Ini bukanlah sesuatu yang aneh bagi saya. Kedudukan kewangan saya kini telah menjadi kosong sebanyak dua kali dalam hidup saya. Jadi, saya amat faham akan keadaan ini. Namun, kini perasaan itu dipenuhi dengan kegembiraan dan juga ketenangan. Sememangnya saya yang memilih untuk menjadi miskin.
Mengapa berbuat begitu?
Segala kekayaan dimiliki oleh Allah s.w.t, kita hanyalah ditugaskan untuk menjaga kekayaan tersebut. Ada beberapa sebab mengapa saya memilih untuk memilih jalan ini. Antara sebab-sebab utamanya adalah saya perlu menjaga sahabat-sahabat Islam dan juga anak-anak saya. Ia adalah antara perkara yang paling penting dalam hidup. Saya juga tidak suka untuk membuang masa di mahkamah hanya kerana ada antara mereka yang tidak bersetuju dengan jumlah harta yang diwariskan kepada mereka. Terdapat banyak contoh di mana anak-anak mula berpecah hanya kerana harta yang kemudiannya menghancurkan syarikat. Negara ini telah banyak kehilangan syarikat-syarikat besar kerana perbalahan harta yang boleh diselesaikan jika kita mencari jalan penyelesaian yang lebih berkesan. Selain daripada itu, setiap umat Islam perlu bersedekah sebagai bekalan pahala di akhirat kelak, Jadi, saya lebih suka jika anak-anak saya mencari kekayaan sendiri daripada bergantung dengan saya.
Adakah Sheikh mempunyai banyak masa terluang setelah membahagikan kesemua harta?
Seperti yang telah saya maklumkan tadi, saya masih lagi bekerja keras untuk mendapatkan lebih derma. Saya telah bekerjasama dengan pelbagai agensi bagi menjayakan projek ini. Secara kebiasaanya, umat Islam sering membahagikan satu per tiga ataupun suku daripada kekayaan mereka untuk bersedekah yang hanya akan diberikan setelah mereka meninggal dunia. Namun, bagi saya, saya mahu mula bersedekah ketika saya masih hidup. Jadi, saya telah membawa anak-anak saya ke Mekah pada hujung bulan Ramadhan dan memberitahu mereka idea saya. Mereka bersetuju terhadap idea tersebut. Saya telah meminta bantuan daripada agensi-agensi yang berkaitan untuk membahagikan kesemua harta saya termasuk saham dan juga hartanah kepada anak-anak dan juga untuk didermakan. Kesemua anak-anak saya berpuas hati terhadap inisiatif saya dan mereka kini sedang menguruskan segala harta yang saya berikan kepada mereka.
Berapa banyak harta yang dibahagikan kepada anak-anak dan juga untuk didermakan?
Beliau tergelak tanpa memberi sebarang jawapan.
Apakah perasaan Sheikh terhadap kesemua projek yang sedang dijalankan?
Saya ingin menegaskan bahawa terdapat beberapa faktor yang saya ambil sebelum melakukan sebarang pelaburan. Eksperimen yang saya lakukan terhadap pertukaran wang adalah salah satu daripada sebab mengapa saya mengasaskan bank. Ketiadaan bank Islam juga menjadi antara sebab mengapa saya mula mengasaskan Bank Al-Rajhi, yang kini merupakan bank Islam terbesar di dunia. Saya mulakan eksperimen saya dengan membuka pejabat di Britain dimana kami mula memperkenalkan sistem perbankan Islam ke peringkat yang lebih besar. Eksperimen tersebut kemudiannya mula berkembang dan ia mula mendapat sokongan daripada ulama-ulama Saudi pada ketika itu. Saya masih ingat lagi bagaimana permohonan saya untuk mendapatkan lesen untuk membuka bank tidak diterima pada mulanya. Ini adalah kerana pihak British tidak memahami apa-apa pun tentang sistem perbankan Islam. Saya kemudiannya pergi ke London dan berjumpa dengan Pengurus Bank of England dan dua daripada pegawai kanan beliau. Saya memberitahu mereka bahawa penggunaan faedah adalah haram bagi Islam dan juga Kristian dan kebanyakan daripada mereka sanggup menyimpan wang mereka di dalam kotak di rumah daripada menyimpan di dalam bank. Saya cuba untuk meyakinkan mereka bahawa (jika mereka mula membuka bank Islam) ini mampu menaikkan taraf ekonomi dunia. Mereka akhirnya bersetuju untuk mula membuka bank-bank Islam. Saya kemudiannya mula mengembara ke serata dunia di bahagian Timur dan Barat, dan berjumpa dengan ketua-ketua bank negara di beberapa buah negara dan memberitahu mereka bagaimana ciri-ciri yang terdapat dalam dunia ekonomi Islam. Kami mula bekerja dan mencapai kejayaan di negara-negara Arab dan melaksanakan perbankan Islam di London, saya kemudiannya berjumpa dengan Mufti Besar Sheikh Abdul Aziz bin Baz dan Sheikh Abdullah bin Humaid, dan memberitahu mereka tentang rancangan saya bahawa : ‘Kita mampu, dengan izin Allah, memajukan perbankan Islam. Mereka memuji saya atas inisiatif yang saya jalankan. Dari situlah kami mula mengusahakan Bank Al-Rajhi seperti mana yang anda dapat lihat hari ini. Bagi projek Ladang Ternakan Al-Watania pula, saya mula mendapat inspirasi untuk menjalankan projek tersebut apabila melawat ladang ternakan di luar negara. Saya dapati bahawa cara mereka menyembelih adalah salah. Saya kemudiannya mengambil keputusan untuk melabur dalam bidang ternakan atas nama Islam dan negara. Saya tetap menjalankan projek tersebut walaupun membuat pelaburan dalam industri ternakan adalah sesuatu yang agak berisiko pada masa tersebut. Kini, Al-Watania telah menjadi salah satu daripada projek mega di Saudi. Syarikat tersebut mendapat 40 peratus daripada saham di negara-negara Arab, dan ayam-ayam Al-Watania diberikan makanan yang cukup dan disembelih dengan cara yang halal menurut undang-undang syariah.
Walaupun dengan semua kekayaan yang dimiliki, mengapa syeikh tidak mempunyai satu pun kapal terbang sendiri?
Saya ada banyak kapal terbang, tetapi kesemuanya dimiliki oleh syarikat-syarikat penerbangan tertentu. Saya memilikinya setiap kali saya membayar tiket penerbangan untuk ke satu-satu destinasi (gurauan). Saya sering terbang dengan kadar kelas ekonomi kerana Allah tidak memberikan kita harta untuk ditunjuk-tunjuk.
Bagaimana pula dengan hobi syeikh?
Saya tidak mempunyai sebarang hobi yang khusus. Bagaimanapun, saya suka mengembara di padang pasir. Saya tidak pernah mengambil pakej percutian di negara-negara lain selain dari Saudi.
Ketepatan masa Al-Rajhi
Wawancara ini telah menunjukkan bagaimana disiplin Al-Rajhi dalam menepati masa. “Pada awal karier saya dalam industri, saya mempunyai beberapa perjumpaan dengan beberapa syarikat besar di Eropah. Saya masih ingat lagi kisah dimana saya terlambat selama beberapa minit dalam satu perjumpaan dengan salah seorang pegawai besar sebuah syarikat. Walaupun hanya beberapa minit, beliau tidak mahu meneruskan perjumpaan tersebut. Selepas kejadian tersebut, setelah projek kami mula berkembang, pegawai yang sama pula lambat untuk berjumpa dengan saya, jadi, saya pula yang tidak mahu meneruskan perjumpaan tersebut. Saya sering membawa kertas untuk menulis segala perjumpaan dan urusan dan sentiasa memastikan agar saya sering menepati masa walau apa pun.”
Al-Rajhi berkata lagi: Saya amat menepati segala perkara yang diterapkan dalam Islam sepanjang hidup saya. Saya pernah mendapat undangan daripada kerajaan Arab untuk menghadiri satu persidangan yang berkaitan dengan pelaburan. Kemudiannya, dalam persidangan yang sama, saya dijemput untuk mengambil bahagian dalam majlis makan malam mereka, saya dapati bahawa antara aktiviti yang dijalankan ketika majlis tersebut adalah bertentangan dengan ajaran Islam. Saya kemudiannya keluar dari majlis makan malam tersebut. Kemudian, Abdul Aziz Al-Ghorair dari UAE turut serta bersama saya. Tidak lama selepas itu, menteri yang bertanggungjawab terhadap persidangan tersebut datang kepada kami dan kami mula menerangkan kepada beliau bahawa aktiviti yang dijalankan di majlis tersebut adalah bertentangan dengan budaya Islam. Beliau kemudiannya berkata bahawa aktiviti-aktiviti di majlis tersebut akan dibatalkan. Apabila mereka membatalkan aktiviti tersebut, kami kembali menyertai majlis tersebut.
Penyelesaian Masalah
Al-Rajhi berkata: Pada satu masa, salah satu daripada kilang yang diuruskan oleh anak saya habis dijilat api. Apabila dia datang untuk memaklumkan perkara tersebut kepada saya, saya memberitahu: Sebut Alhamdulillah. Saya meminta anak saya supaya tidak membuat sebarang laporan tentang kerugian yang dialami bagi meminta pampasan daripada pihak berkuasa. Sebaliknya, pampasan yang diberikan oleh Allah adalah lebih penting bagi kita. Assam Al-Hodaithy, Pengurus Kewangan bagi syarikat Ternakan Al-Watania berkata: “Apabila kilang tersebut terbakar, kami telah membuat keputusan untuk tidak menyakiti hati Al-Rajhi dengan memberitahu beliau tentang apa yang terjadi. Kami kemudiannya berjumpa dengan beliau keesokan harinya dan memberitahu akan perkara yang terjadi, beliau mengarahkan kami untuk berpindah ke tempat lain dan membersihkan segala kerosakan sehingga semuanya dibaiki.” Perkara yang sama terjadi di satu lagi projek Al-Watania di Mesir. Syarikat tersebut kerugian kira-kira SR10 juta Pound Mesir. Apabila pegawai projek tersebut menghubungi Al-Rajhi untuk memberitahu perkara tersebut, beliau terkejut apabila Al-Rajhi menjawab dengan menyebut: “Alhamdulillah.”